.::NaNoWrIndo::.

My Photo
Name:
Location: Bandung, Indonesia

Monday, November 03, 2008

Baiduri Api

Baiduri Api

Rating: T
Genre: Adventure
Timeline: dalam Season 2
Crossover: Chronicles of Ancient Darkness – Michelle Paver
Character: SPN: Dean Winchester, Sam Winchester, CoAD: Torak (ancient), Renn, Saeunn, Serigala, Finn-Kedin. OC: Torak (modern), Seshru (modern)

Kalimat-kalimat yang ditulis dengan italic, menandakan POV Serigala.


-o0o-

”Terima kasih,” sahut Sam sambil menutup notesnya dan beranjak menuju saudaranya yang juga sama baru menyelesaikan pertanyaan-pertanyaannya. Tanpa bicara keduanya berjalan menuju Impala, masuk, dan meninggalkan TKP. Tidak ada yang bicara selagi mereka melaju.

”Sudah tiga orang jadinya,” sahut Dean memecah keheningan. Tidak ada jawaban. Diliriknya adiknya, yang sedang membuka-buka catatan hasil wawancara tadi.

“Ada yang kau temukan?” tanyanya. Sam masih sibuk membanding-bandingkan kedua catatan, seperti tidak mendengar.

“Ada yang kau temukan?” ulang Dean.

”Hmh? Sebentar,” ia menutup kedua catatan itu. ”Ketiganya memang matinya aneh, seperti orang yang tenggelam, padahal mereka berada di tempat kering. Sepertinya ketiganya tak punya kesamaan, jenis kelamin berbeda, usia berbeda, warna kulit juga berbeda, pekerjaan berbeda ... mungkin mereka pernah tinggal di tempat yang sama? Nanti di penginapan aku cari lebih jauh.”

Dean mengangkat bahu. Memacu Impalanya lebih cepat agar segera tiba di penginapan. Di sana Sam mungkin akan menemukan lebih banyak lagi, menyimpulkan hasil perburuan tiga hari penuh ini.

Sam tak banyak bersuara ketika mereka tiba. Dean yang bertugas membelikan makanan dan mereka makan tanpa suara. Membuka laptopnya dan mencari-cari dalam internet, sambil membuka-buka semua yang mereka dapat tiga hari ini.

Tiga korban, seorang kulit hitam besar berumur sekitar 50-tahunan. Seorang kulit putih muda 30-an. Seorang wanita keturunan Asia 20-an. Di 3 negara bagian. Dengan pekerjaan berbeda, dengan keadaan kesehatan berbeda, keadaan ekonomi berbeda.

Mereka mati dalam waktu yang berbeda. Satu-satunya yang sama hanyalah cara mereka mati. Persis sama seperti jika mereka mati tenggelam. Dan wajar jika ditemukan di sungai, kolam renang, atau laut. Hanya, ini ditemukan di tempat kering, di kamar mereka, di apartemen mereka, atau di tempat kerja.

Dean kemudian ikut mencari juga, mengobrak-abrik benda-benda pribadi korban yang mereka dapatkan sebagai barang bukti, tanpa tahu apa yang seharusnya mereka cari. Tapi kemudian ia mengangkat kepalanya, ”Hey, Sam ...”

Bersamaan waktunya, Sam mengangkat kepalanya dan menoleh pada Dean, dan, ”Hey, Dean...”

Keduanya tertawa.

”Oke, kau duluan,” sahut Dean.

”’Key. Mereka ternyata pernah bekerja di proyek yang sama. Eksplorasi Greenland. Meski dengan kapasitas yang berbeda. Tracy Leung, jadi penyelam. David Smith asisten peneliti. Kevin Williams—pria hitam itu—jadi tukang masak. Proyek ini kecil saja, dan menurut apa yang kubaca di sini, hasilnya tak begitu sukses.”

“Bagus. Berarti menguatkan apa yang kutemukan,” Dean menyorongkan tiga buku alamat, berbeda-beda. Yang satu buku amburadul, semua ditulis di situ; satu lagi rapi sistematis, yang satu lagi pink dan harum. Ia mengambilnya acak dari benda-benda peninggalan almarhum.

Dean membuka pada alamat yang sama, yang ditulis ketiganya. Alamat seseorang. Namanya aneh. Torak.

Dean dan Sam berpandangan.

-o0o-

Tidak sulit menemukan alamatnya. Sebuah apartemen untuk kelas ekonomi menengah ke bawah yang ribut, penuh sesak. Saat Dean hendak memencet bel, belnya jatuh dari dudukannya di dinding. Terpaksa Dean mengembalikannya lagi ke tempat semula, dan mengetuk saja pintunya.

Seorang laki-laki sekitar 50 tahun, berkulit coklat seperti Indian, membuka pintu.

”Mr ... Torak?” Sam memastikan.

Laki-laki itu mengangguk, belum membuka rantai penghalang pintunya, malah seperti yang sedang meneliti kedua tamunya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

”Er ...” entah kenapa Sam malah tidak menggunakan samaran yang mereka sudah rencanakan, ”aku Sam Winchester, dan ini Dean kakakku. Kami ingin ...”

”Masuklah,” katanya, melepaskan rantai penghalang pintu dan membuka pintunya lebar-lebar.

Dean ternganga, tapi Sam kemudian menggamitnya agar masuk. Torak kemudian menutup pintu rapat-rapat dan mengisyaratkan agar mereka berdua masuk ke kamar yang satu lagi.

Keheranan, tapi mereka masuk saja. Ruangan itu temaram, dengan berbagai asesoris ala Indian, terka Sam, kesannya jadi ... agak kumuh. Kesan itu hilang seketika ketika Torak menyalakan lampu, lalu menyuruh mereka duduk di karpet di lantai.

”Aku sudah mendapat visi kalian akan datang,” ia mengangkat tangannya memberi isyarat agar Sam tidak bertanya dulu, ”elang laut dan kuda hutan akan datang. Begitu katanya. Kau,” ia menunjuk Dean, ”klan kuda hutan. Dan adikmu itu klan elang laut,” jelasnya.

Dean dan Sam berpandangan. “Klan?” tanyanya heran.

Torak tersenyum tipis. “Dahulu kala, sekitar 6.000 taun yang lalu, ada komunitas masyarakat di kawasan Eropa bagian ini,” ia menunjuk wilayah tertentu di peta dunia yang tergantung di dinding. “Termasuk mereka yang ada di Greenland, termasuk yang ada di kawasan yang sekarang sudah menjadi wilayah Kanada. Masyarakat itu terbagi-bagi dalam beberapa klan,” ujarnya. Ia duduk di hadapan mereka, sama di karpet, tapi di belakang meja pendek yang penuh barang-barang.

“Dan dari apa yang kuamati barusan, kau berasal dari klan kuda hutan sementara adikmu dari klan elang laut,” tegasnya.

”Walaupun bersaudara, ... bisa dari klan yang berbeda?”

Torak tersenyum, ”Bisa saja. Kalau ibumu dari klan A dan ayahmu dari klan B, maka kau harus membagi anakmu jadi dua. Kecuali kalau anakmu hanya satu.”

Dean dan Sam mengangguk-angguk mengerti. Tapi Sam langsung membelokkan pertanyaan.

“Mr Torak, kami ingin menanyakan sesuatu …”

“Tentang ekspedisi Greenland itu kan?”

Sam mengangguk heran. “Bagaimana kau bisa …”

“… tahu? Sudah kubilang, ada visi datang padaku,” Torak berdeham. “Lima tahun yang lalu, kami tergabung dalam penelitian di Greenland tentang artefak kuno. Penelitian biasa, menyingkap masyarakat kuno, bagaimana cara mereka hidup, cara mereka berpindah, dan sebagainya. Sampai kami menemukan Baiduri Api.”

“Baiduri Api?”

Torak mengangguk. “Batu ini, jaman dahulu dipakai untuk membuka pintu pada kekuatan gelap. Semacam kunci untuk pintu ke Dunialain. Kerajaan para setan.”

Kelihatannya Sam dan Dean masih tak mengerti, sehingga Torak melanjutkan.

”Dulu sekali, beribu tahun lalu, ada kelompok yang menamakan dirinya Pemakan Arwah. Kelompok ini lintas klan. Ketujuhnya merupakan dukun-dukun dari berbagai klan,” Torak menghela napas. ”Mulanya mereka hanya merupakan Penyembuh, dengan kekuatan khas bagi tiap dukun. Lama kelamaan mereka menginginkan kedudukan yang lain, yang lebih tinggi. Mereka ingin menguasai semua klan yang ada saat itu.”

”Satu Pemakan Arwah itu sadar bahwa mereka akhirnya tersesat di jalan yang salah, dan ingin keluar dari kelompok itu, tetapi tidak bisa. Rekan-rekannya menghalanginya. Mereka harus tetap bertujuh. Lagipula, mereka sudah mendapatkan Baiduri Api, kunci untuk membuka Pintu ke Dunialain.”

”Dunialain itu apa?” sela Sam.

”Dunialain itu alam di mana setan-setan dikurung.”

Sam dan Dean saling berpandangan.

“Para Pemakan Arwah merasa yakin, mereka akan bisa mengendalikan setan-setan itu jika pintu dibuka, karena Baiduri Api itu juga berfungsi mengendalikan. Setan-setan itu takut pada Baiduri Api.”

”Tetapi kemudian Pemakan Arwah yang ingin keluar itu, Fa, mencurinya,” Torak melanjutkan, ”terjadi pertempuran, kebakaran besar, satu Pemakan Arwah tewas di sana, dan yang enam lagi terpencar-pencar. Begitu pula Baiduri Api. Jatuh dan pecah dalam pertempuran, satu bagian dipegang Fa, dan yang lain juga ada yang mengambilnya. Terpisah-pisah entah di mana.”

Torak menghela napas lagi, “Fa melarikan diri bersama istri dan bayinya, tidak hidup bersama klan-klan, tapi mengasingkan diri. Istrinya kemudian meninggal, dan pada saatnya Fa juga tewas, menjadi korban salah satu Pemakan Arwah. Tapi Baiduri Api-nya selamat di tangan anaknya, Torak. Ya, orangtuaku memberiku nama Torak mengikuti namanya, berharap dalam hidupku akan melakukan sesuatu yang hebat seperti Torak itu,” ia tertawa kecil.

”Tapi yang kulakukan selama ini hanya menjaga agar aku tidak punya catatan kriminal di kepolisian,” tawanya berubah sinis, ”kau tahu kan bagaimana buruk prasangkanya para kulit putih itu terhadap kulit berwarna, baik kulit hitam atau lainnya.”

Ia meneruskan, ”Jadi, Torak ini berhasil mengumpulkan tiga pecahan Baiduri Api dan memadamkannya. Untuk kau ketahui, batu ini bercahaya. Cahayanya bisa dilacak bahkan dari jauh sekalipun. Jika kau ingin memadamkannya, kau bisa menguburkannya di bawah tanah atau batu, tapi harus bersama satu jiwa.”

Torak mengangguk, melihat Sam dan Dean menatapnya penuh perhatian. “Bersama satu jiwa, berarti ada kematian saat itu, disengaja atau tidak. Maka Baiduri Api akan padam, tak berfungsi lagi. Torak berhasil memadamkan tiga bagian, satu dengan nyawa dukun Klan Anjing Laut, Tenris; satu dengan dukun Kelelawar, Nef; dan satu lagi dengan nyawa dukun Ular, Seshru,” jari-jarinya dikembangkan satu-satu saat ia menghitung.

”Dalam visi magang dukun Klan Gagak, batu itu pecah jadi tiga bagian. Jadi masyarakat saat itu merasa lega karena batu itu akhirnya bisa dilenyapkan.
---------
Belum selesai. Dalam Word Count MS Word, 1326 kata :P