.::NaNoWrIndo::.

My Photo
Name:
Location: Bandung, Indonesia

Wednesday, October 26, 2011

NaNoWriMo 2011

Seperti tahun-tahun lalu, Ambu dengan nekadnya ikutan lagi #nyengir Seperti tahun lalu, Ambu juga lagi sibuk jadi juri IFA. Tapi yasud. Kita lihat saja, sebagaimana banyaknya Ambu bisa ngetik.

Cuma, mungkin yang tahun ini nggak akan Ambu post di blog. Kemungkinan akan Ambu ikut sertakan dalam sebuah lomba, yang seperti biasanya mencantumkan syarat: belum pernah dimuat dalam media manapun. Jadi, tentu saja nggak bisa Ambu muat di blog.

Kalau itu selesai (dan sepertinya nggak akan sampai 10K) akan disusul dengan beberapa fanfic. Nah, kalau yang ini, akan Ambu post di sini, dan tentu saja juga akan Ambu post di FFN seperti biasa.

OK, sampai bertemu 1 November 2011!

Thursday, July 07, 2011

Hari ke-5 dan ke-6

Bukannya ngetik NaNoWriMo, malah ngetik Snapefic, nyehe~

-o0o-

HOGWARTS 221 B

Legilimens

Severus Snape, Albus Dumbledore, dan tokoh-tokoh lain yang akan muncul, adalah kepunyaan JK Rowling, kecuali disebut lain

Alternate Universe. Rate T. Pada dasarnya genre crime/suspense, walau mungkin akan ada bab-bab yang menonjolkan genre lain

Multichapter, neverending. Tiap bab tamat, dan bisa dibaca tersendiri. Merupakan versi mini dari proyek Snape Abuse yang sedang dikerjakan, antara lain oleh ambu, Psychochiatrist, aicchan, are[.]key[.]take[.]tour, dan beberapa author lainnya

Legilimency: It is the ability to extract feelings and memories from another persons mind

Only Muggles talk of "mind-reading". The mind is not a book, to be opened at will and examined at leisure. Thoughts are not etched on the inside of skulls, to be perused by any invader. The mind is a complex and many-layered thing, Potter - or at least, most minds are. … It is true, however, that those who have mastered Legilimency are able, under certain conditions, to delve into the minds of their victims and to interpret their findings correctly.[ Severus Snape dalam Harry Potter and the Order of the Phoenix]

Someone who practices Legilimency is known as a Legilimens.

This nonexistent word was created by joining forms of the Latin words Legens (reader) and Mens (mind) with "-mancy" (which means divination). [www.Wikipedia.org]

Mungkin ada yang pernah membaca fic yang mirip seperti ini, jawabannya, ya memang, fic ini ditulis ulang dari SACN-Stand Alone Cyber Novel berjudul Legilimency di forum Aestera. Fic-nya belum selesai, jadi diselesaikan di sini dengan perubahan.

-o0o-

Rabu, 13 Juli 2011, 23.37

Legilimens

Ia menghidupkan tombol 'power' pada komputernya. Setelah logo Window berlalu, wallpaper-nya yang suram berlatar gelap menampilkan sosok berjubah dan bertudung hitam tanpa wajah, muncul di layar monitor.

Di-klik-nya ikon modemnya, sejenak kemudian muncul layar baru. Sebelum halaman default 'Yahoo'-nya muncul, ia berubah pikiran. Diketiknya pada kolom address:

w w w [.] hogwarts-chronicles [.] net [/] forum

Sejenak kemudian tampilan layarnya berubah warna keemasan dengan panel bergambar sebuah kastil besar di kiri atas. Ia meng-klik link 'register' di kanan, menunggu hingga formnya muncul.

Username:

Sesaat jemarinya berhenti di atas keyboard sebelum mulai mengetik: Legilimens

Setelah mengetikkan alamat e-mail, ia menunggu sejenak hingga inbox-nya berisi kiriman password pertamanya, lalu ia meneruskan ke form 'Profile'. Selesai dengan 'Profile', ia masuk ke forum.

Beberapa saat ia membuka-buka topik-topik yang ada, membacanya sambil tersenyum-senyum sendiri. Kemudian mouse-nya digerakkan ke kanan atas. 'Memberlist'. Senyumnya bertambah lebar.

Matanya menelusuri nama-nama yang tercantum di sana, senyumnya berubah menjadi seringai licik melihat nama yang terpampang paling atas.

-o0o-

Harry Potter

Malam sudah melewati setengah bagiannya ketika Harry Potter menyelesaikan ketikannya. Sedari tadi entah sudah berapa halaman yang ia tuangkan ke dalam flashdisk-nya. Memang kalau Harry sedang punya ide, mesti cepat-cepat ditulis, kalau tidak ... bisa lupa ... Sayang kan, padahal ide-idenya selalu keren-keren.

Mulainya saat Hermione mengenalkannya pada sebuah forum, Forum Hogwarts Chronicles. Isinya macam-macam, biasalah tempat berkumpul anak muda dari segala penjuru dunia. Akan tetapi, satu sub-forumnya dikhususkan untuk menulis. Dari mulai puisi, fanfic, cerpen, sampai novel. Bahkan ada pula esai.

Entah bagaimana, seorang Harry yang awalnya tidak begitu suka menulis dan membaca, mulai menyukai sub-forum ini. Bahkan, setiap membaca satu karya orang, selalu muncul pikiran: ‘ah, aku juga pasti bisa membuat yang seperti ini—‘. Jadilah ia mulai menulis, pendek awalnya, lama-lama ia kecanduan. Rasanya tak bisa lagi ia melewatkan malam tanpa menulis—atau paling tidak mengedit tulisan terdahulu.

Harry menyambungkan laptopnya dengan internet. Sekali ... dua kali ... Harry mengeluh.

Biasa deh, kalau sambungan internet mulai lelet. Dipaksakan juga tak akan bisa. Mending tidur saja, dan mencoba lagi posting besok—

Jadi cerita ini mesti menunggu besok agar bisa di-post di Hogwarts Chronicles. Setelah menge-save, matanya menelusuri lagi kalimat-kalimat yang telah ia tulis. Oops, lupa mengetik judulnya! Maka di atas ia mengetikkan dengan huruf-huruf kapital: THE AURORS FROM DARKNESS.

Setelah itu baru Harry berangkat tidur.


-o0o-




Kamis, 14 Juli 2011, 12.32

Selesai mengerjakan tugas sepagian—ia sekarang banyak mengerjakan tugas administratif juga—kini tiba saatnya istirahat siang. Selesai makan siang yang dilakukannya cepat-cepat, Harry kembali ke mejanya. Membuka laptopnya lagi, ia langsung saja mengetikkan URL Hogwarts Chronicles. Segera saja warna keemasan memenuhi layar monitor. Gambar kastil muncul. Mouse digerakkan ke sebelah kanan 'View post since last visit'.

Beberapa belas baris judul topik memenuhi layar. Harry menelusuri dari atas hingga bawah sambi tersenyum. Sekarang musim cerpen lagi tampaknya. Kemarin-kemarin puisi merajalela, sekarang tiap hari lebih dari satu cerpen baru muncul. Di baris terbawah matanya terhenti. Senyumnya lenyap.

Forum: Cerita Pendek
Topics: The Aurors From Darkness
Author: Legilimens
Replies: 0
Views: 1
Last Post: Wed Jul 13, 2011 23:37 pm Legilimens

Penasaran, Harry cepat-cepat meng-klik link yang satu itu.

Tercengang.

Baris demi baris, kalimat demi kalimat, bahkan nyaris kata perkata, adalah apa yang ia tulis tadi malam.

-o0o-

Jumat, 15 Juli 2011, 23.15

Legilimens

Matanya masih menelusuri daftar nama dalam 'Memberlist'. Kali ini ia sedang off-line. Ia tersenyum memilih salah satu nama yang ada. Lalu mulai membuka dokumen 'Word' baru, dan mulai mengetik.

Draco Malfoy

Draco membanting tubuhnya ke atas ranjang. Begini ini kalau jadi pengusaha. Waktu ditarik-tarik sana-sini, badan rasanya remuk semua. Besok harus terima tawaran Dad untuk memakai supir, tidak bisa tidak. Paling tidak dengan adanya supir ia bisa mencuri waktu untuk tidur di mobil sementara berkutat dengan kemacetan London tatkala berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan energi tidak akan terkuras dengan emosi yang meningkat kalau bersenggolan dengan penguna jalan lain yang—maaf—mungkin menghabiskan dananya untuk membeli kendaraan sehingga terlupa untuk mengalokasikannya bagi pendidikan. Dengan kata lain 'pengemudi kampungan!'

Tapi Draco tidak bisa memejamkan matanya. Diusahakannya untuk tidur, tetapi baris demi baris ide cerita itu terus mengganggu.

Akhirnya Draco tak tahan lagi. Biarin deh, besok bangun kesiangan lagi, yang penting ide cerita ini mesti ketulis.

Demi Forum Hogwarts Chronicles yang sekarang benar-benar sedang nge-hits.

Satu setengah jam lebih berlalu sebelum ceritanya selesai. Cerita tentang seorang Death Eaters yang jahatnya nggak ketulungan, tetapi anehnya tetap saja dikerumuni gadis-gadis.

Selesai menge-save-nya, ia tertidur di depan layar monitor hingga ayam berkokok.

-o0o-


Sabtu, 16 Juli 2011, 14.25

Pertemuan tadi pagi untung saja tidak telat ia hadiri. Draco membuka laptopnya dengan lelah. Capek sih, sebenarnya, kurang tidur, tetapi Draco ingin segera menge-post ceritanya tadi malam.

Layar di hadapannya sudah berwarna keemasan. Draco langsung ke forum Cerita Pendek. Namun ia tidak jadi meng-klik ikon 'new post'. Topik terbaru di bawah topik-topik 'Announcement' dan 'Sticky' menarik perhatiannya.

Topics: An Ungrateful Death Eater
Replies: 0
Author: Legilimens
Views: 3
Last Post: Fri Jul 15, 2011 23:54 pm Legilimens

Genggaman Draco pada mouse-nya sampai terlepas. Bagaimana mungkin! Setiap kalimat, setiap dialog, persis sama dengan apa yang ia tulis tadi malam!

Penasaran, Draco meng-copy paste cerpen itu, memindahkannya ke dalam dokumen 'Word'.

Tools>Word Count

Dan Draco nyaris tak percaya! Jumlah kata, bahkan jumlah karakter hurufnya sama persis dengan karyanya!

-o0o-

Sabtu 16 Juli 2011, 22.43

Legilimens

Kali ini ia baru saja menyelesaikan sepuluh halaman Word. Setelah di-save, ia meng-klik ikon IE dan masuk pada halaman default-nya yang kini diset di Hogwarts Chronicles.

Masuk halaman memberlist, ia mengklik member berikut yang dipilihnya acak dalam daftar. Ia menggerakkan mousenya pada link: 'Find all post by Hermione' dan meng-kliknya.

Sederetan link muncul. Ia memilih salah satu. Untuk beberapa saat matanya menelusuri kalimat demi kalimat di sana. Memilih link yang lain lagi. Membacanya lagi. Begitu seterusnya.

"Got you, Hermione," desisnya, terkekeh.

Sepuluh halaman Word tadi di-post di sub-forum cerpen.

Hermione Granger

Tersenyum Hermione memandang cerpennya yang sudah selesai. Belakangan ini ia punya cukup waktu luang untuk menulis, dan untung saja mood-nya juga cukup bagus. Ia senang sekali, teman-temannya bisa menyukai Forum yang ia rekomendasikan. Bahkan beberapa orang teman yang ia tahu tak pernah suka menulis saat di sekolah, sekarang jadi suka. Dan jadi rajin mengisi forum.

Kali ini ia juga baru saja menyelesaikan sebuah cerpen tentang psikopat yang menutupi perbuatannya dengan profesinya sebagai komedian. Riset yang panjang tentu saja sudah ia lakukan, walau hanya demi sebuah cerpen.

Tak sabar ia menghubungkan laptopnya dengan internet. Melewati halaman default, ia langsung masuk ke bookmark, ke Forum Hogwarts Chronicles. Sekali klik, ia langsung masuk ke sub-forum cerpen—

—tapi gerakan jarinya langsung terhenti.

Di baris paling atas, judul cerpen yang baru saja masuk itu membuatnya menahan napas.

Persis sama dengan judul cerpen yang akan ia masukkan!

Bergegas ia meng-klik link itu. Tak sabar ia menunggu halaman berganti.

Ia benar-benar menahan napas kini.

Kalimat-kalimat yang ada, persis benar dengan apa yang ia ketik baru saja. Persis, bahkan sampai ke titik-koma. Semua data yang ia ketikkan. Semua deskripsi, semua dialog.

Sepertinya ada lima menit ia tak bergerak, hanya memandangi layar monitor dengan nanar.

Bagaimana bisa?



Minggu, 17 Juli 2011, 02.15

Ginny Weasley

“Giiiiiiiiin!” suara membahana itu memenuhi seluruh ruangan.

Tersentak, Ginny langsung mengganti layar monitor yang sedang ia tekuni. Untung sempat, sebelum bossnya—yang tadi memanggil sedari tiba di pintu masuk—sampai tepat di mejanya.

“Eh, i-iya, Boss—“

“Mana artikel yang kau bilang akan kau selesaikan hari ini—“

“Ha-hampir selesai—“

Di kantor tabloid olahraga ini memang tak mengenal kata lembur. Bahkan pekerjaan akan semakin banyak di hari-hari libur, di mana ada banyak pertandingan-pertandingan olahraga diselenggarakan. Siang atau malam. Bahkan dini hari seperti sekarang ini.

Tak sengaja sang Boss melirik monitor, dan terlihat sekilas. Raut wajahnya langsung berubah, merah keunguan—

“Ginevra Weasley! Bagaimana kau bisa menyelesaikan artikelmu, kalau kau hanya memelototi DIA saja!”

Sontak Ginny memandang layar monitor, dan seolah jantungnya lepas!

Bagaimana tidak, dari 10 jendela yang ia buka, hanya satu yang berisi artikel yang sedangia ketik dari tadi, dan 9 jendela lainnya berisi browsingannya tentang Stubby Boardman. Dan gerak cepatnya tadi untuk menutupi halaman Stubby, ternyata bukan dengan halaman artikel, tapi dengan halaman Stubby yang lain lagi—

“Eh, i-iya, Boss, saya selesaikan sekarang—“ dan dengan kecepatan kilat, Ginny mengganti halaman yang terlihat dengan halaman artikel. Mulai mengetik.

Sang Boss mendengus. Tanpa bicara, berjalan lagi keluar.

Begitu sang Boss keluar, Ginny mengganti lagi halaman browsing. Kali ini memang tak ada gambar Stubby, tetapi penuh dengan tulisan.

Forum Hogwarts Chronicles.

Tentu saja, sub-forum Entertainment, thread Stubby Boardman.

Dan sedari tadi, ia terus bingung.

Bagaimana tidak. Ia sudah menyiapkan sebuah artikel, sebuah esai tentang penyanyi Stubby Boardman. Begitu ia sudah akan memuatnya di Forum Hogwarts Chronicles, ia menemukan sebuah artikel yang sama persis dengan artikelnya, sudah termuat. Beberapa menit duluan darinya.

Masih kebingungan, Ginny menyamakan kalimat demi kalimat artikel di Forum dengan artikel yang baru saja selesai ia ketik MsWord. Sama persis! Bahkan, ada satu typo di paragraf kesekian, yang juga sama persis kesalahannya!

Tertegun ia di depan laptopnya—


Minggu, 17 Juli 2011, 08.35

Ron menyelesaikan ketikannya dengan cepat. Melirik jam meja, ia menarik napas lega.

“Untung selesai sebelum deadline, honey!” sahutnya.

Bergegas ia menyambungkan laptopnya dengan internet. Mengetik URL Hogwarts Chronicles, dan meng-klik sub-forum Cerpen. Klik ‘Make New Topic’. Berkutat sebentar, agar semua efek cetaknya nampak: bold, italic, dan sebagainya. Klik ‘Submit’.

Selesai.

Dari dulu, dia tak terbiasa menulis-nulis seperti ini. Tapi, kalau seseorang yang spesial menantangnya untuk menulis, ia harus bisa tentu saja. Dan kini, sebelum deadline, ia sudah menyelesaikan cerpennya. Tentu saja ia harus memamerkannya—

Diraihnya ponselnya, dan dipencetnya satu tombol, speed dial. Ditunggunya sampai beberapa nada panggil, dan terdengar bunyi angkat.

“Ron—“

“Hai, dear! Aku sudah selesai bikin cerpen. Dan sudah kumuat di HC. Coba cek—“

“—bentar—“

Ada beberapa detik sebelum Hermione kembali ke telepon.

“Ron—“

“Bagus kan? Bagus kan? Aku juga bisa menulis kan—“

“Ron, coba kau lihat dulu forumnya—“

“Ada apa?” Ron keheranan. Ia bergerak mendekati laptopnya, dan memeriksa layar yang sedang terbuka.

Dalam list thread yang berbaris, terdapat satu thread judul cerpen kepunyaannya, dan satu thread judul cerpen lagi yang sama persis. Pengarangnya Legilemens. Waktu postnya berbeda lima menit, lebih cepat dari cerpennya—

-o0o-

“Jadi, sebenarnya, apa yang sedang terjadi?” Harry memutar-mutar gelas cocktailnya. Sedari tadi belum diminumnya, hanya diputar-putar saja.

“Aku juga tak tahu. Bagaimana bisa, tulisan yang sama persis dengan tulisan yang sedang kita kerjakan, yang baru saja akan kita muat, sudah termuat juga. Persis sama—“ Hermione mengetuk-ngetukkan pinsil di meja.

“Dan benar-benar sama, bahkan sampai typo yang kuketik juga—“ sambung Ginny.

“Apa hanya cerpen, esai, dan artikel kita saja yang mendapat perlakuan demikian?” tanya Ron.

“Yang aku tahu, kita berempat, dan satu member lagi yang aku tak begitu kenal, Draco—“

“Oh, aku tahu dia. Tapi memang tak begitu kenal,” gumam Ginny, “pernah aku wawancara saat pertandingan sepakbola amatir beberapa bulan lalu—“

“Yang aku herankan, bagaimana bisa? Kalau plagiat, tentu saja yang akan muncul pertama kali itu cerpen kita. Lalu muncul cerpen yang sama persis, biasanya di forum atau tempat lain, dengan nama lain. Nama si plagiator. Hasil copy-paste—“

“Eh, usernamenya sama kan? Yang sudah memuat cerpen kita duluan—“ Ginny menyela.

“Ya, punyaku didahului Legilimens—“ Harry memastikan.

“Punyaku juga—“ Hermione mengangguk.

Ron mengangguk juga.

“Apakah—“ Hermione berbicara pelan, agak berbisik, “—apakah dia membaca pikiran kita, dan memuatnya lebih dahulu sebelum kita bisa melakukannya?” sahutnya horor.

Keempatnya terdiam.

.
.
.
.

“Maaf—“ sesosok jangkung berdiri di sisi meja mereka. Berkostum hitam-hitam, berambut hitam juga, sedang mengeluarkan selembar kartu nama dari saku jubah hitamnya, “—kalau tak salah lihat, walau hanya sekilas, kalian sedang punya masalah?”

Kartu namanya diletakkan di meja.

Severus Snape
Hogwarts 221B
Kantor Detektif

Hermione mendongak, dan memandang sosok asing ini.

.
.
.
.
.
.

“Kalau aku tak salah, yang sedang kalian hadapi ini adalah seorang pembaca pikiran—“ katanya, setelah dipersilakan duduk, dan mendengarkan masalah yang sedang mereka hadapi.

“Pembaca Pikiran? Memang ada?” Ron bertanya agak cengo.

Severus mengangguk. “Legilimens. Seperti username-nya. Hanya saja, yang ini agak istimewa—“

“Istimewa?” Ginny keheranan.

Severus menghela napas. “Biasanya pembaca pikiran harus bertatapan dengan orang yang akan dibaca pikirannya. Menatap matanya, baru bisa masuk ke dalam pikirannya. Dan ia harus orang biasa. Kalau obyeknya ini adalah seorang Legilimens juga, atau malahan seorang Occlumens, maka si Legilimens tak akan bisa membaca pikirannya—“

“Dan si Legilimens ini justru membaca pikiran kami jarak jauh?” sahut Hermione, suaranya agak bergetar.

“Tepat sekali—“

Mereka berempat terdiam sejenak. Saling memandang.

“Apakah—“ Harry memecah kesunyian, “—apakah Anda bisa mencari, siapakah dia? Menangkapnya, kalau perlu? Membuatnya tak bisa membaca pikiran lagi?”

Keinginan yang muluk, pikir Harry, begitu ia selesai bicara, tapi bukankah itu memang yang mereka inginkan?

Severus menghela napas. “Mungkin—“ sahutnya pelan. “—kalau kalian mempercayakan kasus ini padaku—“

Hermione memandang ketiga sahabatnya, sebelum menyahut. “OK. Berapa kami harus membayar Anda?”

Severus menggeleng. “Kalau masalah sudah selesai—“ dan ia berdiri. “Nomor telepon dan alamat emailku ada di kartu itu, jika kalian memerlukan. Nomor telepon atau alamat email mana yang harus kuhubungi?”

Hermione mengeluarkan kartu nama dari tasnya, mencatat beberapa nama di baliknya, dan memberikannya pada Severus. “Itu alamat-alamat email kami, terserah yang mana yang akan Anda hubungi—“

Severus mengangguk, dan melangkah keluar kafe tanpa menoleh lagi.

Hening.

Beberapa menit kemudian, barulah Ginny bersuara, pelan.

“Hermione—apakah itu bijaksana?”

Hermione menghembuskan napas sejenak. “Aku juga tak tahu. Kita bahkan tak kenal dia, tak pernah tahu ada kantor detektif seperti—“ Hermione membolak-balik kartu nama yang ditinggalkan tadi, “—apalagi detektif yang tahu mengenai Pembaca Pikiran—“

Raut wajah Ron semakin seram, “—bagaimana kalau dia sendiri juga adalah Pembaca Pikiran? Coba, bagaimana dia bisa tahu apa yang sedang kita bicarakan?”

Keempatnya saling pandang.

-o0o-

“Yang jelas, dia bukan Legilimens terdaftar—“ sahut seorang wanita berpakaian aneh—jubah hitam, topi tinggi hitam juga—di tengah sekumpulan orang-orang yang juga berpakaian serupa.

“Dan dia sudah berbuat onar, bahkan membawa Legilimency ke dalam pergaulan Muggle—“

Seseorang—berpakaian serba hitam juga, tanpa topi, rambut hitam berminyak membingkai wajah, dengan hidung bengkok—berdiri, menghela napas. “Tiap Legilimens harus terdaftar, setiap perbuatannya membaca pikiran bahkan harus tercatat rapi, bukan tanpa alasan—“

Lukisan yang sama dengan yang ada di Kantor Detektif juga ternyata ada di ruangan ini. Dan orang tua berkacamata itu juga ada di situ. Mengusap janggutnya. Dan mengangguk-angguk. “Karena dia harus mendapat refill baru kekuatannya, kekuatan yang dia pakai untuk membaca pikiran orang—“

Semua orang di ruangan itu mengangguk-angguk.

“Jadi,” si rambut berminyak tadi menyela, “—tindakan apa yang harus kita lakukan?”

Lukisan tadi mengedipkan mata. “Tak ada. Dia sudah membaca pikiran paling tidak lima orang, kalau aku tak salah mendengarkan. Itu sudah masuk ke dalam ambang batas—“

“Ya,” wanita yang tadi menyambung, “—biasanya tiga-empat kali membaca pikiran tanpa di-refill saja sudah membahayakan kehidupan, apalagi ini lima. Rasanya, tinggal membaca saja rubrik Obituari di Daily Telegraph—“

“OK, kalau begitu. Selamat sore—“ dan sosok berambut berminyak itu berjalan menuju pintu.

“Kau tak ingin makan sup bawangnya Mrs. Weasley?” tanya wanita tadi, memotong.

Sosok itu menggeleng, dan meneruskan membuka pintu, keluar, dan menutup pintu.

Lukisan di dinding menghela napas. Lalu menyahut, “—sepertinya aku juga pamit—“ dan ia menghilang dari pigura.

-o0o-

Hermione sedang lembur mengerjakan laporannya, saat sebuah email masuk.

Severus Snape.

Bergegas ia membukanya.

Pendek.

Dear Ms Granger,

Silakan buka halaman iklan obituari di Daily Telegraph besok, juga akan ada di halaman Kriminal. Kematian dengan status tak wajar.

Sincerely
Severus Snape

Tak sabar menunggu fajar menjelang, akhirnya Hermione mendapatkan suratkabar itu pada pukul 06.00 pagi. Di pinggir jalan dekat blok apartemennya. Dan langsung membuka-buka iklan obituari.

Namanya tak penting, tapi Hermione bergidik membaca beritanya di halaman Kriminal. Seseorang ditemukan sudah meninggal. Raut wajah seperti seseorang yang sedang menghadapi sakit kepala yang sangat, hingga pembuluh-pembuluh darahnya menonjol keluar. Matanya melotot. Lidahnya terjulur. Dan seluruh badannya kurus kering, tinggal tulang berbalut kulit, bagai seorang yang habis disedot seluruh dagingnya—

FIN
untuk episode ini


-o0o-

Males ngatur cetakan ah XDD

Wordcount di MSWord: 2893
Akumulasi Wordcount di MSWord: 4478
Akumulasi di CampNaNoWriMo: 4517

Monday, July 04, 2011

Hari ke-3

Hari ke-4 kemarin nggak sempat nulis apa-apa. Bahkan entri hari ke-3 saja baru bisa dipost sekarang ...



*****





“Pro-Profesor Sn-Snape?” gagap Neville. Mendadak ia merosot dan terduduk di sudut, tangannya masih memegang botol semprotan untuk menyiram tanaman.

“Ya,” sahut Hermione pasti, “—jadi Profesor Sprouts dipastikan tidak bisa mengawal kita nanti—“

“Tapi, itu kan hanya kecelakaan kecil, hanya luka kecil di kaki. Minggu depan, saat keberangkatan kita, pasti sudah sembuh. Lagipula, beliau nanti kan hanya mengawasi kita saja, yang ikut seminar kan kita. Biar sambil pake tongkat kan bisa—“

“Aku tidak tahu. Pesan dari Dumbledore begitu,” Hermione duduk di sebelah Neville. “Dan kau tahu? Beritanya belum selesai—“

Neville mengeluh. “Berita apalagi yang bisa lebih buruk dari ini?”

Hermione memandang sahabatnya itu. Pelan-pelan ia menyahut, “Profesor Snape ingin bertemu dengan kita dulu, dengan karya tulis kita, maksudku, nanti malam jam 20.00—“

Mengeluarkan cuitan persis seperti tikus terjepit, Neville mengeluh lagi. “Walau Harry mau meminjamkan Jubah Gaib-nya, kurasa tak akan banyak berguna nanti malam—“

Hermione menepuk-nepuk punggungnya. “Aku juga agak takut, Neville, tapi tetap harus kita hadapi—“

“Bisa tidak kau memutar jam hingga langsung besok pagi?”

“Dan kau tak tahu apa yang terjadi malamnya? Aku tak mau—“

Mengeluh lagi. “Setidaknya kita dipanggil berdua. Aku bisa mati berdiri kalau harus menghadap sendirian—“

Hermione menepuk-nepuk punggungnya lagi.

-o0o-

“Kalau kau bermaksud menulis karya ilmiah, tulislah dalam bahasa ilmiah—“ sahut Severus dingin.

Kalimat pertama yang ia ucapkan begitu kedua siswanya datang memenuhi panggilannya, pukul 19.55 tadi.

“Maksud Anda, kalimat-kalimat yang kami tulis belum memenuhi syarat?” Hermione langsung menanggapi. Sementara Neville membeku di belakang Hermione.

Tanpa banyak bicara, Severus memberi isyarat agar keduanya duduk. Membuka gulungan-gulungan perkamen yang diberikan Albus—kedua siswanya menarik napas panjang. Berarti mereka sebetulnya tak usah membawa lagi karya tulis, toh Profesor Snape sudah punya sudah membaca, dan sepertinya sudah menilainya—ia meletakkan kedua gulungan terbuka itu tepat di hadapan mereka masing-masing. Sudah dicorat-coret dengan tinta merah.

“Ceritakan padaku, apa yang kau ingin sampaikan pada publik nanti—“ sahutnya, menatap keduanya. Karena yang ditatap pertama kali adalah Hermione—lagipula Neville masih dalam proses pemulihan dari membeku-nya tadi—maka Hermione-lah dulu yang membuka mulut.

“Saya—saya ingin memaparkan pada publik, bahwa para peri-rumah itu juga punya hak dan kewajiban. Dan bahwa kita sebagai majikan, sudah seharusnya memenuhi semua hak mereka. Bukan hanya meminta mereka mengerjakan kewajiban mereka saja. Dengan demikian, mereka akan lebih gembira bekerja—“

“Kau tahu, apa yang membuat mereka gembira?” Severus memotong.

“Eh, ... bekerja?” Hermione ragu-ragu.

Severus menunjuk bagian awal tulisan Hermione. “Jangan memandang satu masalah hanya dari satu sudut pandang saja. Apalagi hanya sudut pandangmu sendiri. Apalagi kemudian menggeneralisirnya menjadi suatu sudut pandang umum—“

Hermione terdiam sejenak. “Apakah saya harus membuatnya menjadi dua sudut pandang?”

Kecil saja anggukan Severus. “Kita ingin ‘membuat mereka gembira bekerja’, tetapi menurut siapa? Jika kita memberi mereka lebih banyak cuti, memberi banyak libur, menurut sudut pandang kita, itu membahagiakan mereka, tetapi menurut mereka, itu adalah hukuman. Jadi, buat konsep ‘bahagia’ itu dari dua sudut pandang, tarik cara-cara apa yang mempunyai banyak kesamaan dari kedua sudut pandang, itulah jawaban dari masalah ini—“

Hermione tercenung. “Jadi seharusnya, saya membuat definisi ‘semangat bekerja’ dahulu dari kedua sudut pandang, sudut pandang manusia dan sudut pandang peri-rumah—“

Severus mengetuk sisi perkamen, tepat di tempat Hermione menuliskan ‘Pendahuluan’.

“—lalu menyimpulkan permasalahan, yaitu mencari kesamaan dari ‘semangat bekerja’ menurut kedua sudut pandang—“

Severus mengetuk lagi di tempat Hermione menuliskan ‘Identifikasi Masalah’.

“—menuliskan Hipotesis—“

Severus mengangguk.

“—menuliskan kemungkinan di mana saja bisa menemukan jawaban, riset ulang baik riset kepustakaan dan riset lapangan, dan menuliskan hasil akhirnya?”

Severus mengetuk akhir perkamen beberapa kali, dan perkamen Hermione itu berubah menjadi penuh catatan dengan tinta merah.

Hermione meraih perkamennya, dan membacanya seksama dari awal hingga akhir. “Aku tahu—aku tahu sekarang, mengapa seolah-olah ada sesuatu yang kurang di sini—“

Ia mengangkat kepalanya. “Terima kasih, Sir, saya akan segera memperbaikinya—“

Tanpa banyak bicara, Severus menggeser duduknya, menjadi tepat di depan Neville.


*****


Wordcount di MSWord: 647

Wordcount akumulasi di MSWord: 1585

Wordcount akumulasi di CamNaNoWriMo: 1590

Saturday, July 02, 2011

Hari ke-2

Hogwarts

Severus Snape melangkah pasti dengan kecepatan teratur, mendekati tempat yang ia sudah hapal sepanjang masa. Kantor Kepala Sekolah.

Mengucap kata kunci, menaiki tangga putar, mengetuk pelan pintu yang tertutup, dan menunggu ucapan ‘Masuk’ yang sudah ia kenal benar.

Seperti biasa.

Atau tidak biasakah?

Ia membuka pintu, masuk, dan menutup pintu hati-hati. Berjalan mendekati meja kerja Kepala Sekolah, tanpa bicara. Albus juga sudah hapal itu, karena ia memberi isyarat agar Severus duduk di hadapannya.

Pertanda pembicaraannya akan panjang.

Severus memundurkan kursi sedikit, dan duduk di hadapan Albus. Walau dalam hati bertanya-tanya, tetapi ekspresi wajahnya tetap datar sebagaimana biasanya.

Albus memilih selembar kertas dari tumpukan kertas dan gulungan perkamen di sebelahnya, sebelum akhirnya menemukan satu. Pertanda kertas itu—sepertinya surat—sudah agak lama berada di mejanya. Bukan baru-baru ini saja.

“Aku berharap kau tak akan menolak menerima tugas ini, Severus?” sahutnya.

Alis Severus bertaut.

“Sebetulnya aku sudah menugaskannya pada Pomona, dan ia juga sudah menyanggupinya, tetapi kecelakaan kecil kemarin—“

Severus tahu itu. Kemarin ada kecelakaan kecil di Rumah Kaca saat kelas satu sedang belajar Herbologi, dan Profesor Sprouts terpaksa harus berbaring di Hospital Wings beberapa saat.

Dan mata Albus berkilat sejenak saat Severus menarik napas dan menghembuskannya sekaligus, “—dan tugas apakah itu, Kepala Sekolah?”

“—menggantikannya—“

Ada rasa tak percaya sepertinya, mampir sejenak di benak saat Severus mendengar ucapan Albus. Menggantikan tugas Profesor Sprouts? Tugas se—maaf, meremehkan—mudah itu? Perlu seorang Severus untuk menggantikannya?

“Sepertinya tugasnya mudah,” Albus meneruskan. Sepertinya ia bisa membaca pikiran—atau memang ia sedang membaca pikiran—Severus, dan ia memberikan lembaran surat yang sedang ia pegang pada Severus.

“Kota Bebek, Calisota, Amerika Serikat, akan mengadakan festival-festival, seminar-lokakarya, dan sejenisnya, dalam rangka merayakan Hari Kelahiran Kornelis Prull—pendiri kota itu. Festival besar-besaran, kalau tak salah ingat ini Hari Kelahiran yang ke-200. Atau semacam itulah.”

“Dan kita akan mengirimkan perwakilan—“

“Dan kita akan mengirimkan perwakilan,” ulang Albus. “Secara khusus, kita diundang menghadiri Pameran dan Presentasi oleh salah satu acara dalam keramaian itu, Festival Sihir.”

“Mereka punya penyihir juga?”

“Tidak banyak, Severus, dan itu juga sebagian dari kota-kota tetangganya, ada yang dari Kota Angsa, Kota Tikus, dan sebagainya. Makanya mereka mengundang kita, dan sekolah-sekolah sihir dari berbagai negara di dunia.”

“Dan tadinya Profesor Sprouts yang akan mewakili kita—“ masih ada nada meremehkan dalam alur bicara Severus.

“Bukan,” Albus menggeleng, “Pomona hanya mengawasi. Peserta yang akan mewakili kita adalah siswa, karena itu yang diminta,” Albus menunjuk pada kertas surat undangan yang dipegang Severus tapi belum dibaca olehnya. “Siswa-siswa, dan hasil penelitian mereka—“

Kali ini, ada rasa tak percaya pada ekspresi wajah Severus. Penelitian? Penelitian? Siswa Hogwarts?

“Karya Tulis, dan semacamnya,” Albus meneruskan.

“Dan mereka adalah—“ Severus mengira-ngira siapa yang akan mewakili Hogwarts kali ini.

“Miss Hermione Granger—“

Sudah diduga.

“—dan Mr Neville Longbottom—“

Alis Severus naik lagi. Tapi ia masih belum berkomentar.

“Miss Granger meneliti tentang ‘SPEW dan Pengaruh Keberadaannya dalam Semangat Bekerja Peri Rumah’.” Albus kembali mencari-cari gulungan perkamen di tumpukan di sisi mejanya, “—sedang Mr Longbottom meneliti tentang ‘Mimbulus Mimbletonia, untuk Penangkal ‘Shyness, Anxiety, dan Forgetfulness’’.

Albus menemukan dua gulungan perkamen dan menyerahkannya pada Severus.

Masih tanpa bicara Severus menerima kedua gulungan itu. Membukanya satu demi satu. Membacanya sekilas.

Mengangkat kepalanya, “—kapan?”

“Minggu depan. Keberangkatan dengan cara Muggle—“

Severus mengangguk. Menggulung kedua perkamen, dan menggumam, “Masih ada waktu untuk memperbaiki karya tulis mereka—“

“Aku pikir secepatnya,” sahut Albus mengangguk menyetujui. “Sehabis pelajaran, pukul 20.00 nanti malam?” usulnya.

Severus mengangguk lagi. “Di kelasku.” Ia berdiri, sudah akan berjalan, ketika ia berbalik dan bertanya—nampak seperti tak perlu dijawab, “—sepertinya Anda mengendus bahaya di sini, Albus?”

Kilat kecil muncul di kedua mata Albus. “Kau tahu, Severus. Kau selalu tahu.” Dan ia pun berdiri, mengantar Severus ke pintu, sambil menepuk bahunya, “—hati-hati!”

-o0o-

Wordcount di MSWord: 628
Wordcount akumulasi di MSWord: 938
Wordcount di CampNaNoWriMo: 947

Friday, July 01, 2011

Camp NaNoWriMo, hari ke-1

Oke, NaNoWriMo tahun kemarin gagal total dengan indahnya. Ga usah nyalahin jadi juri IFA ya #nyengir

Dan tiba-tiba aja beberapa hari menjelang Juli, terpampang di depan mata Camp NaNoWriMo. Dan dengan polosnya Ambu ikutan, wahihi! Soalnya, ada dua bulan nih Juli dan Agustus. Juli ini Ambu pengen nyelesein 2 Challenge yang udah ga selesei-selesei dari berapa bulan kemarin, Challenge-nya Sanich Date Becomes Your Fate, dan Challenge-nya ficfan91 20k of Epicness. Dan mesti selesai, nggak kaya' bulan-bulan kemaren yang rencana melulu XDD

Jadi, Ambu masukin 2 Challenge itu untuk materi NaNo. Mungkin malah nambah fanficnya, soalnya seperti biasa targetnya 50K, sedang yang Ambu incer cuma 20K + 3K XD

OK, ini entri hari pertama kemaren:

-o0o-

HARI PERTAMA



Timbuktu

Severus Snape, Hermione Granger, Neville Longbottom kepunyaan JK Rowling, sementara Paman Gober, Donal Bebek, Kwik, Kwek, Kwak, Lang Ling Lung, dan Mimi Hitam kepunyaan Carl Banks

Rating T. Genre Adventure dan Friendship.

Diikutsertakan dalam 20K of Epicness Challenge

-o0o-


Pengantar:

1. Nama-nama dari Kota Bebek yang dipakai dalam fic ini adalah nama dalam terjemahan Indonesia. Jadi:

Kota Bebek (Duck Burg) Ini kota fiksi, tetapi jika ditelusuri, sepertinya berada di pantai Barat Amerika. Berada di Negara Bagian Calisota (California) dan kota nyata-nya Eureka, yang cocok dengan sungai dan hutan di sebelah selatannya.

Paman Gober (Scrooge Duck)
Donal Bebek (Donald Duck)
Lang Ling Lung (Gyro Gearloose)
Lampu (Little Helper)
Pak Pilot (Launchpad McQuack)
Kwik (Huey-
merah), Kwek (Dewey-biru), Kwak (Louie-hijau)
Mimi Hitam (Magica de Spell)
Gagak (Poe de Spell,
saudara Mimi yg berubah menjadi gagak, dan Mimi tidak bisa mengubahnya menjadi bebek kembali)
Kornelis Prull (Cornelius Coot) lahir 1790 meninggal 1880 tanggal lahir tak diketahui. Pendiri Kota Bebek. Hari kelahirannya inilah yang sedang diperingati dengan berbagai Festival dan Seminar, yang dihadiri oleh antara lain Severus Snape, Hermione Granger, dan Neville Longbottom.

Berbagai penyihir lain dari Kota Angsa, Kota Tikus, dll, seperti Hortensia (Witch Hazel), Madam Mik Mak (Madam Mim)

Dalam komik Indonesia, diceritakan bahwa Mimi Hitam selalu mengejar Keping Keberuntungan milik Paman Gober, yang sebenarnya seharusnya diterjemahkan sebagai Keping Pertama. Dalam fic ini, Ambu menerjemahkannya sebagai Keping Pertama.

2. Teori-teori dalam gempa bumi, Ambu kumpulkan dari mana-mana, dari wikipedia, dari blog Dongeng Geologi kepunyaan pak Rovicky, dan bahan kuliah punyanya [at]wadesay, tapi penafsiran teori tersebut dalam fic ini sepenuhnya merupakan tanggungjawab Ambu. Kesalahan-kesalahan sila langsung bebankan pada Ambu.

3. Garis Balik Selatan maupun Utara, Gurun Atacama, dan Timbuktu, Ambu kumpulkan dari wikipedia

Linimasa/timeline yang jelas adalah tahun ke-4 Hogwarts, tetapi di Kota Bebek waktunya tidak jelas.

Oke, keterangan-keterangan yang lain, yang menyusul kemudian, akan Ambu tempatkan dalam catatan kaki. Selamat menikmati!

-o0o-

Wordcount di MSWord: 310

Wordcount di CampNaNoWriMo: 322

Saturday, October 02, 2010

2010!

Ketemu lagi dengan NaNoWriMo di tahun 2010! Hihi, belum deng, baru bulan Oktober! Seperti biasa, Oktober udah mulai pemanasan XD dan Ambu barusan ngetwit NaNoWriMo XDD

Jadi, Ambu kumpulin di sini aja biar mudah nyariinnya:


1. Apa itu #NaNoWriMo? National Novel Writing Month adalah bulan penulisan novel bersama sedunia

2. #NaNoWriMo dirintis di Amerika oleh Chris Batty. Harusnya menjadi International Novel Writing Month :P

3. Banyak yg suka bilang: ‘Suatu hari aku akan menulis novel’ tp ga dimulai2 aja. #NaNoWriMo bisa jadi alat pemicu

4. #NaNoWriMo berlangsung dari 1 Nopember hingga 30 Nopember, waktu setempat. Karenanya, sesuaikan Region dalam pendaftaranmu

5. #NaNoWriMo kenapa Nopember? Konon karena itu bulan penuh hujan, enak untuk duduk mengetik di rumah daripada keluar :P

6. #NaNoWriMo Tujuannya menulis 50000 kata dalam sebulan, kira2 1667 kata sehari. Tidak sulit kan? Asal disiplin!

7. #NaNoWriMo Tulis dlm bahasa apa pun yg kau mau! Inggris,Indonesia,Jawa,Sunda,4l4y, :P selama bisa dihitung dgn wordcount

8. Tulis di komputermu, dgn software apapun. Yg penting, lapor wordcount pada #NaNoWriMo (tiap hari, 2 hari, dsb)

9. Stlh tgl 25 Nop di web #NaNoWriMo akan ada Validator. Copy-paste naskahmu, kl sdh 50K kata, you’re WINNER!

10. #NaNoWriMo tdk menilai kualitas tulisan. Hanya jumlah kata semata. Agar kita tahu, bhw kita bisa menulis sebanyak itu

11. #NaNoWriMo Kl mau curang, tulis saja ‘asdf’50K x, and you’re winner. Mau menang dengan cara itu?

12. #NaNoWriMo Mau ikut? Buka www.nanowrimo.org dan sign up. Jangan lupa region-nya.

13. #NaNoWriMo Daftar bisa kapan saja, tapi Forum Baru baru akan dibuka awal Oktober (td dicek, belum ada)

14. #NaNoWriMo Oktober belum menulis, baru buat profil, rancang plot, bikin excerpt kl mau, cari buddy kl mau

15. #NaNoWriMo Kl tak mau menulis, tak akan rugi daftar. Acak2 forumnya, dan dapatkan segudang tips menulis!

16. #NaNoWriMo merasa terlalu muda n gak bakal memenuhi target 50K? Ikut YWP saja http://ywp.nanowrimo.org

17. #NaNoWriMo dpt apa kl menang? Dpt title ‘Winner’, sertifikat n web icon. Yg sebenernya gampang ditiru, tp bangganya dong!

18. #NaNoWriMo gimana kalo ceritanya udah selesai tp belum 50K? Ya, ga winner dong!

19. #NaNoWriMo kalo udah 50K, udah winner tp ceritanya belum selesai? Hihi, kelanjutannya terserah anda XDD

20. Kenapa naskahnya tidak dimuat di web #NaNoWriMo, atau dibuat link-nya? Karena ini original fiction, biasanya-- (TBC)

21. –kemungkinan besar diterbitkan penulis. Penerbit biasanya tak mau naskah yg sdh prnh dimuat di media manapun #NaNoWriMo

22. Jadi? Mari kita rame-rame menulis! Ingat, Nopember bulan #NaNoWriMo!

XDD mari menulis!

Saturday, November 21, 2009

Hari ke-21

OK, ternyata Fandom Harry Potter selesai sampai di sini *nyengir* nanti malem mulai lagi Supernatural :P

*****


Pagi ini ia bangun dengan semangat seperti kalau akan memenangkan pertandingan Quidditch. Berdebar-debar, tapi suka cita. Sedikit mulas, mimpi yang aneh-aneh, tapi lega. Seperti nasibnya akan diputuskan hari ini, tapi ia sudah tahu hasilnya. Dengan suasana hati yang seperti itu, ia berangkat ke Wizengamot.

Untuk rasa senang yang gagal disembunyikan itu, Kingsley menyambutnya dengan berseri-seri. Tanpa bicara, hanya menyerahkan gulungan perkamen Surat Keputusan Wizengamot, dan Harry otomatis tahu apa isinya. Tapi dibukanya juga, dibacanya, kalau-kalau ada kalimat yang tertinggal penafsirannya.

Mereka sedang membicarakan kemungkinan pemindahannya ke Hogwarts, ketika seorang perawat Unit Kesehatan Wizengamot muncul. “Mr Shackelbolt, Mr Potter, ia sudah sadar—“

Dalam beberapa detik, Harry bingung sejenak. “Ia—ia siap—oh, kau maksudkan Profes—“ ia menoleh pada Kingsley.

Kingsley mengangguk.

Harry melesat secepat kilat ke Unit Kesehatan Wizengamot. Tapi setiba di muka pintunya, ia terdiam.

Bagaimana kalau Profesor Snape masih membencinya? Bagaimana kalau ia ternyata—ah, sudahlah. Apapun yang akan terjadi—

Harry membuka pintunya. Ia masuk, dan berjalan mendekati tempat tidur. Ulrich ada di sana, sedang melakukan pemeriksaan.

Wajahnya berseri-seri. “Harry, terapimu kemarin berha—“

Tapi ia melihat airmuka Harry yang tegang, dan berhenti bicara. Ia menyelesaikan pemeriksaannya, dan keluar. Membiarkan Harry berdua dengan Severus.

Harry mendekati tempat tidur, hingga ia berdiri tepat di sisi. Menelan ludah. Berbagai kalimat tergambar dengan jelas di kepalanya, tapi tak ada yang keluar.

Dan Severus yang pertama bicara. “—Jadi—kau selamat—“ sahutnya pelan.

Harry mengangguk perlahan, “Yes, Sir.”

Ia mengutuk lidahnya yang hanya mengeluarkan dua patah kata. Ia ingin bicara banyak. Ia ingin meminta maaf atas semua kelakuannya selama ini. Ia ingin—

“—air,” suara Severus masih pelan.

Harry menuangkan air dari poci di meja, dan memberikannya. Severus menerimanya, meminumnya. Tangannya masih gemetar, tapi nampak ia bersikeras untuk melakukannya sendiri.

Hening sejenak.

Harry tak tahu mesti mengatakan apa, lagipula ia memperkirakan Severus masih belum cukup kuat untuk berbicara panjang lebar.

Tapi dugaannya keliru.

Setelah mengembalikan gelas, Severus mencoba untuk duduk. Harry membantunya dengan canggung.

Menghela napas. Dan menatap Harry tajam. “Jadi, kita tidak berada di alam kematian?”

Harry menggeleng.

“Dan kau masih hidup walau Pangeran Kegelapan sudah merapal Kutukan itu—“

“Berkat Anda, Sir—“

“Dan kau pasti bertanya-tanya—“

Harry tidak berani bertanya. Tidak berani bahkan untuk mengangguk. Ia hanya mengamati secara mencuri-curi, airmuka Severus ternyata muram.

“Kau tak pernah punya sangkaan apa-apa?”

Harry mengangkat mukanya sekilas, dan menggeleng. “Hermione—Hermione punya sangkaan bahwa Anda—ilmu Anda cukup tinggi—“

Tawa pelan tapi getir itu tak pernah disangka Harry akan keluar dari mulut Severus. Ia menggeleng pelan-pelan. “Tak ada ilmu semacam itu, Potter. Tak ada. Tak ada seorangpun yang bisa mengelabui Inheritus Eliminarium. Dongeng bahwa jaman dulu ada orang-orang yang mampu mengelabui Kutukan itu, hanya cerita akal bulus mereka yang malu karena punya anak di luar nikah, atau sejenisnya—“

Asli, Harry melongo.

Severus memejamkan mata. “Kalau kau ingin tahu juga—“ ia membuka matanya. Airmukanya bertambah muram.

Harry merasa tak enak. “Jika—jika memang Anda tak enak mengungkapkannya—tidak usah saja—“

Tapi airmukanya berkhianat, tentu saja wajahnya akan menampakkan wajah ingin tahu yang sangat.

Menghela napas, Severus memejamkan mata lagi, bersandar ke kepala tempat tidur. “Kau tentu tahu, hanya satu wanita yang kucintai—“

Nadanya pahit. Nadanya getir. Masygul. Perih. Itu kesimpulan yang ditarik Harry mendengar suaranya. Suara guru yang biasanya memancing amarah, atau bahkan membuat orang lain mengkeret ketakutan.

Tapi kali ini, hanya rasa perih yang bisa ia tarik, yang tersirat, yang ia tangkap.

“Sir—“

Severus nampaknya tak mendengar, ia tetap meneruskan ceritanya.

“Kau tahu, banyak cerita kejahatan yang bermula dari alkohol? Dan itulah awal mula cerita ini—“

Tak sadar Harry duduk langsung di sisi tempat tidur, tak mempedulikan kursi yang biasanya ia pakai. Mata dan telinganya terpaku.

“—dan itulah yang paling aku sesali,” suaranya lirih. “Kau benar, aku memang pengecut. Aku sangat pengecut. Tak ada seorangpun yang pernah mendengar cerita ini, mereka semua mengira aku berbaik hati mengantarnya pulang, membebaskannya dari penculikan di markas Pangeran Kegelapan, padahal—“ ia menarik napas panjang lagi, “—bahkan dirinya sendiri pun aku kenai Obliviate, untuk melupakan apa yang pernah ia rasakan, penganiayaan, kekerasan, ketakutan—“

Harry nyaris tak percaya melihat titik bening itu mengalir begitu saja di wajah gurunya, yang biasa berwajah keras ini—

“Sir—“

“—ia tak pernah tahu. Sampai akhir hayatnya, ia tak pernah ingat—“

Kalau Harry berada di sisi Lily, tentu yang ia rasakan adalah rasa jijik. Rasa benci. Amarah. Dan entah rasa apa lagi. Tapi kini ia berada di sisi Severus, dan yang ia lihat langsung adalah laki-laki yang biasa ia benci, dengan emosi yang berbeda. Jauh berbeda, 180 derajat berbeda dari apa yang biasa ia lihat. Jika saja ia tak ada di sini, jika saja ia mendengar dari orang lain, ia tentu takkan percaya.

“—ia tak pernah ingat. Tapi aku—“ Severus menelan ludah yang ia rasa susah karena tenggorokannya mendadak kering, “—selalu teringat. Selalu terbawa mimpi. Tiap malam, tiap hari, tiap saat—“

Seakan ada yang menyayat hati Harry, seakan ada yang mengoyaknya. Tak heran kalau sikap Severus selama ini—Harry menghela napas panjang.

Ya benar, IBUNYA lah yang diperlakukan demikian, tetapi yang ia lihat sekarang adalah penyesalan yang dalam, yang ia tak tahu sampai di mana dasarnya—

Harry perlahan mengangsurkan tangannya, memegang lengan Severus pelan-pelan. Dan ia terkejut.

Lengan itu gemetar hebat.

Ia teringat diagnosa Ulrich. Nervous breakdown. Kelelahan mental yang sangat. Ia teringat citra yang ia dapat dari memori yang diberikan. Kepenatan mental. Menyembunyikan sesuatu yang sangat besar artinya, dalam waktu yang sangat lama. Di samping menyembunyikan hal-hal lain dalam tugasnya sebagai mata-mata—

Ia bukan seorang Muggle psikolog, bukan Muggle psikiater, bahkan mendengar istilahnya saja ia baru tahu dari Ulrich. Tapi kedengarannya seperti suatu kasus yang gawat. Dan Severus seperti tak sadar sedang bicara dengan siapa, ia terus saja bertutur.

Ini tidak normal. Ini tidak wajar. Harry lama kelamaan menyadari. Ini tidak seperti orang yang ia kenal seperti biasa.

“—aku selalu memonitor kehidupannya. Sembilan bulan setelah mereka menikah, Lily melahirkan seorang anak laki-laki—“

Harry mencari matanya, tapi yang ia dapat adalah pandangan menerawang, pandangan yang kosong.

Betul, ini bukan orang yang biasa ia lihat.

“—dan aku minta tolong pada Dumbledore, bahkan sampai aku minta tolong pada Dumbledore, tapi tetap saja gagal. Pangeran Kegelapan tetap memburunya, membunuhnya. Ia meninggal,” suaranya bagai lenyap ditelan angin lalu, tapi ia terus melanjutkan, “—dan Dumbledore mengingatkan padaku akan temuannya, bahwa Pangeran Kegelapan masih akan bangkit kembali, bahwa aku harus membantunya melindungi anaknya. Anak Lily—“

Itu aku, pikir Harry. Ia sudah pernah melihat citra adegan ini dalam memori, tapi mendengar langsung suaranya gemetar sewaktu menyebutkan dirinya—

“—dan saat aku sedang limbung, saat aku sedang jatuh, saat aku sedang mencari pegangan, justru malam itu—malam itu—Dumbledore—“

Nanar Harry mendengarnya.

Tak mungkin. Tak mungkin. Bagaimana mungkin, orang yang selama ini ia hormati, yang sangat ia sayangi, bisa melakukan itu? Dalam keadaan yang normal pun ia tak akan mampu mendengarnya. Ini, yang mengatakannya adalah korbannya—kalau ia boleh mengatakannya sebagai korban—sendiri.

Ia menjentikkan tongkatnya perlahan, menghasilkan sebuah kotak tisu. Diambilnya selembar, dan hati-hati disekanya wajah gurunya yang basah.

Severus terdiam, membiarkan wajahnya diseka.

Tapi Harry sendiri tak berbicara. Ia terdiam. Pertama, ia tak tahu harus berbicara apa, ia begitu terkejut dengan kenyataan. Kedua, Ulrich yang mengatakan.

Biarkan saja ia bicara, ujar Ulrich dulu, tak ada obat untuk nervous breakdown atau hal-hal semacamnya. Paling tidak, tak ada yang bisa langsung mengobati seperti mengobati pilek atau demam. Mungkin Muggle mengobatinya dengan pik-pil, tapi itu hanya untuk menenangkan, hanya mengobati gejala, bukan mengobati langsung. Dengarkan saja ia bicara. Setelah ia tenang, ia akan kembali pada dirinya yang asli—

Tapi bagaimana ia bisa menenangkan orang yang mengalami nervous breakdown jika ia tegang begini? Bagaimana bisa ia mendengar bahwa orang itu adalah—ayahnya?

Perang berkecamuk dalam hatinya saat ia dengan hati-hati mengeringkan wajah gurunya—ayahnya. Apa yang sudah ia lakukan pada ibunya? Tapi juga, apa akibat yang terjadi padanya dengan menyimpannya dalam-dalam, menutupnya rapat-rapat, sekian lama?

Jelas-jelas ia bukan seorang Slytherin karena pertempuran dalam hati itu dimenangkan oleh rasa Hufflepuff-nya.

“Sir—“ ujarnya, berusaha menenangkan. Walau ia tak tahu harus bagaimana, canggung dan kikuk menghadapinya. Setengah dari dirinya mengharap Ulrich atau siapapun membantunya, tapi setengah dari dirinya berharap tak ada yang mendengar apa yang sedang dituturkan. Biarlah hanya ia yang mendengarnya. Biarlah—kalau bisa—tak ada yang mendengarnya, walaupun dirinya.

“—dan aku selalu membencinya. Aku tak tahu kalau ia bisa saja anakku, aku terlalu bodoh, aku terlalu pengecut, aku tak berani bahkan untuk mencoba menghitung antara tanggal kelahirannya dengan peristiwa itu. Aku selalu membencinya, aku selalu mencoba membuatnya dihukum—“ suaranya parau,”—tapi pada saat yang sama juga aku selalu melindunginya. Aku mencoba menipu diriku sendiri, mencoba berbohong pada diriku, bahwa itu semua aku perbuat karena aku sudah berjanji pada Dumbledore untuk melindungi anak Lily—“

Tak tahu kenapa, spontan saja Harry bertanya, “Dan tak ada yang tahu, Sir?”

Severus menggeleng pelan. “Tak ada yang tahu. Tak ada yang tahu aku berjanji untuk melindungi anak Lily. Dumbledore seorang yang tahu. Tapi, walau ia tahu aku melindunginya, ia mengira aku berbuat demikian karena aku mencintai Lily. Saja.” Severus memejamkan matanya. Perih.

“Tak ada yang tahu, alasan yang sebenarnya—“

Harry memandangnya, setengah kasihan. Setengah sedih. Itulah mengapa ia nampak begitu misterius, nampak tak bisa ditebak, karena ia memang tak mengijinkan seorangpun untuk mengetahui apapun dari dirinya.

Ia menutup dirinya. Tak membiarkan siapapun mendekati.

I’ve built walls A fortress deep and mighty That none may penetrate I have no need of friendship, friendship causes pain It’s laughter and it’s loving I disdain

Don’t talk of love But I’ve heard the words before It’s sleeping ini my memory I won’t disturb the slumber of feeling that have died If I never loved I never would have cried

I have my books And my potions to protect me (aslinya ‘my poetry to protect me’) I am shielded in my armour Hiding in my room, safe within my tomb I touch no one and no one touches me

I am a rock I am an island And a rock feels no pain And an island never cried
[I Am A Rock – Simon & Garfunkel]

Kau menyimpannya sendiri, batin Harry, bersyukur karena ia punya kawan-kawan terbaik di dunia. Ron memang banyak berprasangka, dan mereka sering bertengkar, tapi apa artinya teman kalau tak pernah berselisih paham? Bukankah yang penting ialah bagaimana mereka menangani perselisihan paham itu? Hermione, dia memang sok tahu, tapi itulah dia, dan ia merasa nyaman dengan itu. Belum lagi yang lain, teman-teman sebaya, teman-teman yang lebih tua, keluarga Weasley, Remus, Sirius—

Lalu, apakah penting, kalau kau tak pernah menangis, tak pernah menumpahkan emosimu, tak punya kawan untuk melepas keluh kesahmu?

Tak sadar, tangan Harry yang tadinya hanya memegang lengan Severus, kini mengusap-usapnya. Seolah ingin berbagi, seolah ingin mengurangi kepenatannya.

Severus tak menarik tangannya.

Ia masih bersandar, memejamkan mata, menarik napas panjang. Seolah menikmatinya.

Mungkin memang ya. Sejak kapan coba, ia merasakan yang seperti ini? Dan siapa yang akan berani?

Tapi itu hanya sebentar. Ia tiba-tiba menarik tangannya, membuka matanya, menyahut dengan dingin. “Kau tahu dengan siapa kau berhadapan?”

Harry mengangguk mantap.

Walau ia merasa heran sendiri, mengapa ia bisa begitu mantap?

Tapi begitu berhadapan dengan mata yang sedang menatapnya itu, ia merasa yakin, ia memang harus mantap. Ia sedang berhadapan dengan seorang yang labil, seorang yang sedang mengalami kelelahan mental, kepenatan. Ia harus mantap. Atau, setidaknya, terlihat mantap.

Walau pada awalnya ia merasa gamang. Ia belum lagi berusia delapan belas. Bahkan tidak sampai setengah umurnya.

Severus tertawa terkekeh tertahan, tapi terdengar begitu mengerikan. “Kau berhadapan dengan seorang pemerkosa, pembunuh, penipu, pembohong—dan yang lebih mengerikan, seorang pengecut. Pengecut yang tak mau mengakui kalau ia sudah melakukan kejahatan-kejahatan, pengecut yang melampiaskan semua ketakutannya pada semua anak yang seharusnya ia didik—“

Defense mechanism, ulang Harry dalam hati, mengulang kata-kata Ulrich. Ulrich memang benar. Ia bahkan bisa menganalisis saat pasien masih dalam keadaan koma. Mekanisme pertahanan.

Pada saat seseorang mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan, hal-hal yang dirasa menyerang dirinya, ia akan mengeluarkan mekanisme pertahanannya sendiri-sendiri. Ada orang yang akan menyerang balik, ada juga yang menyangkal serangan itu, tapi ada juga yang menutup diri rapat-rapat.

Biarkan ia mengeluarkan semuanya, Harry. Bertahan saja, biarkan saja sampai ia lelah mengeluarkan semua isi hatinya. Sudah lama ia tak bisa mengeluarkan isi hati. Kalau otaknya penuh, ia bisa mengeluarkannya pada Pensieve, tapi isi hati?

Hanya sebentar Severus memaki-maki diri sendiri, nada suaranya semakin lemah, suaranya tergugu. Tersendat-sendat. Terdiam. Hanya isaknya terdengar lamat-lamat.

Setengah bingung—Harry belum pernah bertemu dengan suasana seperti ini, hanya naluri yang membimbingnya—ia menyentuh bahu Severus. Perlahan, awalnya bahkan Harry tak yakin tersentuh.

“Sir—“

Severus membiarkan bahunya disentuh. Awal yang baik. Ia tidak mengelak, tidak berontak.

“McGonagall sudah kangen akan pertengkaran kalian tiap kali menjelang Quidditch,” suara Harry pelan. “Hagrid juga, ia tahu bukan kau yang membakar pondoknya, atau mengurung anjingnya dalam api.” Harry berusaha mempertahankan suaranya, pelan tapi mantap. “Ia selalu berkata, bahwa kau adalah satu-satunya anak Slytherin yang tak pernah mencoba mengeluarkannya dari Hogwarts.”

Harry berusaha memandang tepat pada mata Severus. Mata itu perlahan mulai jinak, atau itulah kesan yang dia lihat.

“Ia tahu trik yang kau mainkan waktu kau mengirim Neville dan teman-teman padanya sebagai hukuman.”

Pelan-pelan ia mengusap-usap bahu Severus.

Severus menggeleng pelan. “Aku tak bisa bertemu mereka lagi—“

“Mengapa?”

Severus terdiam. Lalu menarik napas panjang. “Ini Wizengamot. Kau tahu sendiri untuk apa aku ada di sini. Aku tinggal menunggu vonis—“

Harry melepaskan tangannya dari bahu Severus. Dipandangnya sejenak, sebelum ia merogoh saku dalam jubahnya.

Gulungan perkamen dari Kingsley tadi.

Diberikannya pada Severus, tanpa bicara.

Severus memandang Harry lama sekali sebelum ia menerima gulungan perkamen itu. Hati-hati, pelan-pelan, dibukanya, seolah akan meledak jika terlalu cepat membukanya.

Dibacanya.

Diangkat wajahnya, dan ditatapnya wajah Harry.

Harry mencoba tersenyum, walau ia tak tahu ia harus tersenyum atau menangis.

Severus masih tak percaya, dibacanya lagi berkali-kali.

“Dad—“

Mata hitamnya mendadak melebar mendengar panggilan itu. Benarkah panggilan itu ditujukan padanya?

“—mari kita pulang—“

Kalaulah ada yang mau mengatakan bahwa suara itu adalah nyata, real. Bahwa suara itu seakan mengatakan seolah mereka berasal dari tempat yang sama dan sekarang akan kembali ke tempat yang sama. Bersama-sama. Pulang.

Tapi suara itu mengulang lagi.

“Dad, mari kita pulang—“

“—pulang?”

Harry mengangguk. “Spinner’s End. Atau Hogwarts. Yang manapun yang kau mau—“

Jadi suara itu nyata.

Terlalu indah untuk menjadi nyata.

There'll come a day when you're losing your way And you won't know where you belong They say that home is where the heart is So follow your heart and know that you can't go wrong.

If you feel you lost And on your own And far from home You're never alone you know Just think of your friends The ones who care They all will be waiting there
[Your Heart Will Lead You Home – Kenny Loggins/Ost Tigger Movie]

EDIT TO ADD:

EPILOG:

“Daaaaaad!” jeritan seorang anak laki-laki mengisi seluruh ruangan. Berikut kemudian si empunya suara menerobos dapur dari pintu belakang, terus ke ruang depan di mana si ayah sedang membersihkan Firebolt-nya. Benar-benar rajin, sepulang kerja ia membersihkan Fireboltnya dulu sebelum membersihkan diri. Katanya, agar ia bisa dengan cepat mengejar penjahat-penjahat itu, maka diperlukan sapu yang terawat!

Tapi si ayah tenang-tenang saja, meluruskan ujung-ujung sapu kebanggaannya itu. “Ada apa, Jimmie?” katanya tenang. Sapunya sudah bersih, dimasukkannya ke lemari sapu di bawah tangga.

“Grandpa. Tidak. Adil,” sahutnya sambil terengah-engah, “—Grandpa benar-benar tak adil, Dad! Ia mengijinkan Al ikut membuat Ramuan, malahan katanya ia akan disuruh mengaduk Ramuan, sedang aku disuruhnya belajar Arithmancy atau Rune saja di kamar—“

Sang ayah malah meluruskan posisi kacamatanya, “—kalau aku tak salah dengar, ada sesuatu yang kau perbuat di kamar kerja Grandpa kemarin?”

“Eh—“ pemuda kecil itu tersipu-sipu, “—sedikit. Hanya menumpahkan Ramuan Grandpa—“

“—dan kau juga memasukkan bubuk kepala kecoa dalam Ramuan yang lain, belum lagi meledakkan kuali di ruangan bawah tanah—“

Pemuda kecil itu benar-benar salah tingkah sekarang.

Harry merendahkan badannya, posisinya berlutut hingga kini tingginya hampir sama dengan tinggi James, “—kukira sebaiknya kau membantu ibumu saja bersama Lily—“

“APAA? Tapi mereka sedang mencoba resep masakan baru, masa’ aku—“

Harry berdiri lagi sekarang, mengangkat ranselnya yang berat dan membawanya ke ruang tengah. “Kalau begitu, sebaiknya kau turuti perintah Grandpa saja untuk belajar Arithmancy—“

-o0o-



*****

PS: males untuk bikin huruf italic, nanti aja di FFn ya?
*ditabok*
Hihi.

MS wordcount: 2483
Total NaNo wordcount: 23890
Target: 35000

Nyah! Semakin jauh! Tapi nanti malem mau dicoba dikejar *terengah-engah* Oya, total wordcount untuk Harry Potter, dalam MS wordcount: 19147. Nanti kalau mau dimasukin FFn, baru mau akan diedit. Sekarang mau kejar kata lagi :P