Hari ke-14
Ini hasil hari ke-14. Warning, Evil!Dumbledore. Don't like, don't read *nyengir*
*****
Gelap. Dingin. Membekukan. Tapi ia harus terus maju. Dan suara-suara itu terus mengganggu. Seperti dekat, tetapi jauh. Seperti jauh, tetapi ada di telinga. Terngiang-ngiang. Bagaimanapun ia mencoba untuk lepas, tak biasa. Seperti menempel, menggelayuti. Seperti tak ingin melepasnya pergi, ke mana pun ia melangkah, rasa gelap itu, rasa dingin itu, rasa dibebani suara-suara itu, terus setia menghantui.
Dan ia tak bisa menghindar. Sekali ia berusaha berlari, tapi semua rasa itu ternyata lebih cepat. Berlari bersamanya, merendengi, seolah menyeringai, mencemooh. Kemudian semua rasa itu akan mengepungnya, menangkapnya, dan menenggelamkannya ke dalam kegelapan yang lebih pekat, yang kental, yang—
Terbangun dengan terengah-engah, Severus merasa seperti tercerabut dari kegelapan. Kamar yang remang-remang seolah sangat terang jika dibandingkan dengan mimpinya tadi.
Ia mengeluh.
Sudah berapa malam ia terus dibayangi mimpi seperti tadi. Sudah berapa malam, sampai ia tidak berani tidur tapi kemudian tertidur karena lelah. Baru saja, ia terbangun, dan sadar ia ketiduran di kursi, buku yang sedang ia baca terlepas dan terjatuh terbalik di lantai.
Dipungutnya buku itu. Disimpannya baik-baik di rak. Ia berjalan ke kamar mandi dan membasuh wajahnya.
Ia bisa saja tidur dengan minum Ramuan Tidur Tanpa Mimpi. Tapi selain ia nanti akan ketagihan, juga ia merasa tak selayaknya minum hal-hal semacam itu.
Ia harus menghadapi kesemuanya. Ini hukuman.
Sudah berapa hari ini ia terus mencari kabar tentang Lily. Agak sulit, karena ia harus juga berkelit dari para Pelahap Maut lainnya. Akhirnya dapat juga, hari ini, 4 November, mereka jadi melangsungkan pernikahan.
Seperti ada desakan dalam diri, ia harus menghadirinya. Ia harus tahu apa yang terjadi pada dirinya.
Dan ia tidak dapat menghadirinya seperti apa adanya.
Ia berjalan ke arah laboratoriumnya. Membuka kunci sebuah lemari kaca, mengeluarkan sebuah botol.
Polyjus.
Nanti siang, jam 11, mereka akan menikah di Godric’s Hollow. Ia harus bisa menyelinap ke sana. Ia hanya ingin tahu. Ia hanya ingin melihat. Ia hanya ingin memastikan bahwa Lily baik-baik saja.
Ia hanya ingin memastikan bahwa Lily tak terluka, batinnya.
-o0o-
Seorang nenek tertatih-tatih masuk ke dalam keramaian itu. Acara segera akan dimulai. Melihat keadaan si nenek, banyak yang segera memberi jalan. Memberi tempat yang nyaman. Si nenek hanya tersenyum, menepuk-nepuk tangan si pemberi tempat, berterima kasih. Dari tempatnya, nampak jelas posisi mempelai wanita.
Upacara akan segera dimulai. Hadirin sudah duduk dengan rapi. Mempelai wanita berjalan pelan dengan diantar Albus Dumbledore, yang dianggap wakil dari ayah si mempelai. Kemudian ia mempertemukan tangan Lily pada James. Keduanya menghadap petugas pernikahan, dan ia memulai upacaranya—
“Apakah kau James William bersedia mengambil—“
Tatapan si nenek tak lepas dari wajah mempelai wanita. Wajah yang berseri-seri, menjawab ‘Saya Bersedia’ dengan mantap, berciuman dengan mempelai pria, melempar buket bunga—
Hanya saja, ketika para hadirin mulai bergerak untuk memberi selamat pada kedua mempelai, nenek itu malah bergerak menjauh. Seperti akan pergi. Walau ia berhenti sejenak saat terdengar percakapan di dekatnya, beberapa gadis seusia mempelai wanita. Mungkin rekan sekolahnya dulu—
“—kau tahu ia diculik Pelahap Maut beberapa hari yang lalu?”
“Aku tahu. Katanya ia sedang di dunia Muggle, baru pulang dari rumah orang tuanya—“
“Lalu, bagaimana ia bisa pulang? Kau tahu, betapa kejamnya para Pelahap Maut itu?”
“Si Snape yang mengantarnya pulang. Kau tahu, aku selalu curiga kalau si Snape ini ada hati padanya—“
“Ya, mereka sahabat akrab di kelas-kelas rendah, tapi ketika mereka sudah di kelas tinggi, nampaknya si Snape ini sudah terseret pergaulan, selalu bersama-sama dengan penjahat-penjahat itu—“
“Dia tidak diapa-apakan? Maksudku, Lily—“
“Tidak. Ia kembali tak kurang suatu apa. Kukira si Snape ini masih ingat akan persahabatan mereka waktu dulu—“
“—syukurlah—“
Nenek tadi seperti sadar akan sesuatu, bergerak kembali, dan pergi.
Di balik semak-semak, nenek tadi mulai berubah, menjadi laki-laki, lebih tinggi dan kurus—
-o0o-
Dari hari ke hari, Severus terus memantau kabar tentang Lily. Diam-diam. Karena bagaimanapun jika diketahui rekan-rekannya—dan terutama jika diketahui Pangeran Kegelapan—
Ia sudah melihat sendiri bagaimana airmuka Lily saat pernikahan. Bahagia, dan tak kurang suatu apa. Oke, jadi tak ada yang tahu apa yang terjadi. Dari apa yang ia dengar dari teman-temannya, mereka mengira Snape membawa Lily pulang, melepaskannya dari penculikan, karena Snape masih teringat akan persahabatan mereka dulu.
Severus tertawa getir.
Jadi, itu yang mereka ketahui, pikirnya. Jadi, tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biarlah itu jadi rahasianya sendiri.
Rahasia yang gelap.
Dan konsekuensinya, mimpi-mimpi buruknya di tiap malam terus berulang. Bahkan lebih sering, bahkan lebih mengerikan. Ia mencoba menerimanya sebagai hukuman. Mencoba tidak menggunakan Ramuan Tidur Tanpa Mimpi.
Sembilan bulan lebih—nyaris sepuluh—kemudian ia menerima kabar bahwa Lily melahirkan. Laki-laki. Ia tak tahu seperti apa rupanya, dan mencoba menyelidiki sepintas dari orang-orang sekitar.
Dari obrolan yang ia tangkap, mereka bilang, Harry persis seperti James.
Jadi pusat perhatian Severus tetap hanya pada Lily. Lily seorang. Di samping pekerjaan tetapnya sebagai peramu untuk Pangeran Kegelapan.
-o0o-
“Jadi, itu yang kau dengar?”
“Benar, Yang Mulia. Peramal itu trance dan mengucapkan kata-kata tadi—“
“Kau yakin akan kemampuan peramal itu?”
Severus mengangguk, “Ya, Yang Mulia—“
Pangeran Kegelapan terkekeh. “Kau cari, anak mana yang lahir di akhir bulan Juli. Dan yang orang tuanya sudah tiga kali berhadapan denganku. Akan kita musnahkan terlebih dahulu, sebelum ia sempat belajar memegang tongkat—“
“Baik, Yang Mulia!”
Melakukan pencarian berdasarkan Catatan Sipil Penyihir, akhirnya disempitkan pada beberapa nama. Jika dimasukkan dalam kategori born as the seventh month dies maka akan ada beberapa nama. Tapi jika disempitkan lagi dalam kategori born to those who have thrice defied him, maka hanya akan tinggal dua nama. Harry Potter, dan Neville Longbottom.
Horor menyaput seluruh wajah Severus.
Karena ia tahu betul, Pangeran Kegelapan tidak akan berhenti dengan membunuh si anak, tetapi tentu saja berikut orang tuanya. Kecuali kalau si anak berkeliaran sendirian. Dan kecil kemungkinan anak berusia setahun berkeliaran sendirian.
Dengan membawa dua nama ini ia menghadap Pangeran Kegelapan.
“Yang Mulia—“ sahutnya terputus, ragu apakah akan mengajukannya atau tidak.
“Ada apa, Severus?”
“Jika boleh—hamba—hamba ingin mengajukan permintaan—“
“Dan apakah itu?”
“Jika—jikalau Yang Mulia berkenan, jikalau Yang Mulia memilih keluarga Potter—“ Severus mencoba tidak terlalu cepat bicara, “—mohon ampuni ibunya—“
Pangeran Kegelapan terkekeh.
“Memangnya dia siapamu?”
Severus tak menjawab. Ia sudah membuka mulut, tapi tak jadi.
“Kita lihat saja nanti. Lagipula, perempuan banyak di dunia ini, mau Muggle mau Pureblood, kenapa kau malah memilih dia? Belum lagi dia itu sudah jadi istri orang—“
Severus masih tak menjawab.
“Aha! Untuk apa aku berkhotbah begini, pokoknya kalau nanti sampai terbunuh, cari saja perempuan lain, ya?” Pangeran Kegelapan menjentikkan jarinya, seakan mengatakan: ‘itu hal kecil, untuk apa dipikirkan’.
“Ba-baik Yang Mulia.”
Pangeran Kegelapan terkekeh lagi. “Oke, selesai, kau boleh pulang.”
Severus membungkuk dalam-dalam, kemudian mundur dan keluar. DisApparate dari Riddle’s House dan Apparate di Spinner’s House. Tapi pikirannya terus berjalan, sambil ia berjalan pulang, di jalan yang sudah ia hapal walau sambil menutup mata sekalipun.
“Dumbledore,” bisiknya perlahan, “—yang paling ditakuti oleh Pangeran Kegelapan adalah Dumbledore. Jika saja ia bisa melindungi Lily—“
Ia ber-Apparate sekali lagi.
-o0o-
“Nah, Severus? Ada pesan apa dari Lord Voldemort untukku?”
“Tidak ada—tidak ada pesan—aku datang atas kemauan sendiri!”
Severus meremas-remas tangannya. Dia kelihatan agak sinting, dengan rambut hitamnya yang terjurai terbang berkibaran di sekelilingnya.
”Aku—aku datang membawa peringatan—bukan, permohonan—tolong—”
Dumbledore menjentik tongkat sihirnya. Meskipun dedaunan dan ranting-ranting masih beterbangan dalam udara malam di sekitar mereka, keheningan jatuh di tempat dia dan Snape berhadapan.
”Permohonan apa yang bisa diajukan Pelahap Maut kepadaku?”
”R—ramalan... prediksi... Trelawney...”
”Ah, ya,” kata Dumbledore. ”Seberapa banyak yang kausampaikan kepada Lord Voldemort?”
”Seluruhnya—seluruhnya yang kudengar!” kata Severus. ”Itulah sebabnya—karena alasan itulah—dia beranggapan itu berarti Lily Evans!”
”Ramalan itu tidak merujuk ke seorang wanita,” kata Dumbledore. ”Ramalan itu bicara tentang anak laki-laki yang dilahirkan pada akhir bulan Juli—”
”Kau tahu apa maksudku! Dia menganggap itu berarti anaknya, dia akan mengejar Lily—membunuh mereka semua—”
”Kalau dia berarti sebegitu besar bagimu,” kata Dumbledore, ”tentunya Lord Voldemort tidak akan membunuhnya? Tidak bisakah kau meminta belas kasihan untuk ibunya, sebagai ganti anaknya?”
”Aku sudah—aku sudah memintanya—”
”Kau membuatku jijik,” kata Dumbledore, belum pernah terdengar nada penghinaan yang sebesar itu dalam suaranya. Severus tampak agak mengkeret. ”Kau tidak peduli, kalau begitu, soal kematian suami dan anaknya? Biar saja mereka mati, asal kau mendapatkan apa yang kauinginkan?”
Severus tidak berkata apa-apa, hanya mendongak menatap Dumbledore.
“Sembunyikan mereka semua, kalau begitu,” dia berkata parau. ”Jaga dia—mereka—agar selamat. Kumohon.”
”Dan apa yang akan kauberikan kepadaku sebagai imbalannya, Severus?”
”Im-imbalannya?” Severus ternganga memandang Dumbledore, sesaat seperti akan protes, tapi setelah diam lama dia berkata, ”Apa saja.” [Harry Potter dan Relikui Kematian, 891-892]
-o0o-
Dan ternyata harapannya hanya tinggal harapan. Pangeran Kegelapan datang juga ke rumah Potter, dan membunuh baik James maupun Lily. Namun begitu ia mencoba membunuh Harry, kutukannya berbalik, justru ia yang hancur lebur.
Severus hanya bisa memandang jasad Lily dari kejauhan dengan hati hancur lebur. Ia tak bisa mendekat. Yang berkerumun dekat-dekat daerah rumah mereka itu kebanyakan para anggota Orde, plus beberapa Auror. Mereka sepertinya sibuk membicarakan sesuatu. Seorang setengah raksasa nampak seperti memangku seorang bayi. Mungkin bayi Lily? Karena konon justru bayinya yang selamat.
Ia tak ingin tahu. Yang ingin ia lakukan sekarang hanya memandang wajah Lily, walau dari kejauhan, sepuasnya sebelum akhirnya mereka kemudian akan mengebumikannya. Sepuasnya. Ia tak akan mendapat kesempatan lagi. Ia bahkan tidak punya fotonya. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah merekam memori sebaik-baiknya.
Apakah lebih baik ini terjadi, pikir Severus, bahwa Lily tak pernah sempat ingat lagi apa yang terjadi di Riddle’s House? Pernah terpikir sepintas bahwa Lily akan mengingatnya juga jika terjadi sesuatu dengan mantra Obliviate-nya, luntur atau apapun.
Dan ia tak akan siap untuk berhadapan muka dengan Lily jika itu terjadi.
Severus mengangkat wajah. Para Auror sudah memasukkan kedua jenazah ke dalam peti. Kemudian menutupnya. Severus menghela napas. Habislah sudah. Selesai.
Tapi kemudian seseorang menoleh ke arah ia berdiri. Dumbledore.
Merasa tak enak berdiri di atas dan seperti mengawasi mereka, Severus berbalik dan berjalan ke arah lain.
Tapi rupanya Dumbledore menyusulnya. Ia berbicara dulu cepat-cepat dengan yang lain, tetapi kemudian ia melangkah ke arah Severus berdiri.
“Severus.”
Severus berbalik. Tak berbicara. Ia merasa kalah. Ia merasa kosong. Ia tak mampu berbicara.
“Kita ke kantorku,” sahutnya pendek. Tak berbicara lagi. Tapi ia menjajari langkah-langkah Severus, bersama Apparate ke titik Apparation terdekat di Hogwarts, dan bersama-sama menaiki tangga ke kantornya.
“Duduklah,” Dumbledore menawarkan. Ia sendiri berdiri di depan Severus, nampak muram. Ia membiarkan Severus mengeluarkan isi hatinya, tapi Severus bahkan sudah tak bisa menangis lagi. Suaranya mengerikan, seperti binatang yang terluka.
“Kupikir ... kau akan ... menjaganya ... agar selamat ...”
“Dia dan James menaruh kepercayaan mereka pada orang yang salah,” kata Dumbledore. “Agak seperti kau, Severus. Bukankah kau berharap Lord Voldemort tidak akan membunuhnya?”
Napas Severus pendek-pendek.
“Anaknya selamat,” kata Dumbledore.
Dengan sedikit kedikan kepala, Severus seolah mengusir lalat yang menyebalkan.
“Anaknya hidup. Dia memiliki mata ibunya, persis mata ibunya. Kau ingat bentuk dan warna mata Lily Evans, aku yakin?”
“JANGAN!” teriak Severus. “Pergi ... Mati ...”
“Apakah ini penyesalan yang dalam, Severus?”
“Kenapa bukan ... aku saja yang mati ...”
“Dan apa gunanya itu bagi siapa saja?” kata Dumbledore dingin. “Kalau kau mencintai Lily Evans, kalau kau betul-betul mencintainya, maka jalanmu ke depan jelas.”
Severus seolah mengintip melewati kekaburan rasa sakit, dan kata-kata Dumbledore tampaknya perlu waktu lama untuk dapat mencapainya.
“Apa—apa maksudmu?”
“Kau tahu bagaimana dan kenapa dia mati. Pastikan kematiannya tidak sia-sia. Bantu aku melindungi anak Lily.”
“Dia tidak perlu perlindungan. Pangeran Kegelapan sudah pergi—“
“—Pangeran Kegelapan akan kembali, dan Harry Potter akan dalam bahaya besar kalau dia kembali.”
Sunyi lama, dan perlahan Severus berhasil menguasai diri, mengatur napasnya. Akhirnya dia berkata, “Baiklah. Baiklah. Tapi jangan pernah—jangan pernah bilang siapapun, Dumbledore! Ini hanya antara kita berdua. Bersumpahlah. Aku tak tahan ... apalagi anak Potter ... aku menginginkan janjimu!”
“Janjiku, Severus, bahwa aku tak akan pernah membuka sisi terbaikmu?” Dumbledore menghela napas, menunduk memandang wajah Severus yang ganas, amat menderita. “Kalau kau bersikeras ...” [Harry Potter dan Relikui Kematian, 893-894]
-o0o-
Dumbledore menawarkan posisi guru padanya. Ia tak kuasa menolak. Selain ia sudah berjanji untuk membantu Dumbledore dalam melindungi anak Lily, ia sendiri ternyata menemukan perlindungan di sana. Di Hogwarts.
Selama ini ia selalu merasa Hogwarts menjadi tempat yang nyaman. Rumahnya sendiri di Spinner’s End, baru terasa nyaman setelah kedua orangtuanya tak ada. Tapi Hogwarts, ada siapa atau tak ada siapa pun tak banyak berbeda. Selalu terasa nyaman baginya. Ia selalu menemukan tempat yang melindungi. Walau ada orang-orang arogan dari Gryffindor itu, tetapi selain itu, ia merasa tempat ini nyaman.
Sekarang, di saat ia merasa sendiri di Spinner’s End, saat ia tak tahu harus berbuat apa, Hogwarts menawarkan kenyamanan lagi untuknya. Apalagi kemudian ia memilih ruang bawah tanah sebagai basisnya. Jauh dari gangguan siapa-siapa. Jauh dari gangguan apapun. Bahkan Dumbledore.
Ia merasa nyaman di sini.
Memang ia tidak langsung mengajar. Ia baru masuk bulan November, sedangkan sekoah sudah berjalan. Maka yang ia lakukan baru sebatas magang. Profesor Slughorn memang sudah berniat pensiun setelah Hogwarts menemukan penggantinya.
Tadinya ia tak berniat mengisi posisi Ramuan. Ia mengajukan diri untuk mengisi posisi Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Tapi entah kenapa Dumbledore tak mengijinkan.
Jadilah ia mengisi posisi Ramuan.
-o0o-
“Kau belum tidur, Severus?”
Severus hanya menoleh sedikit untuk memastikan siapa yang datang. Dari suaranya, ia sudah tahu. Dari kedatangannya saja ia sudah tahu. Tidak ada yang berani mendatanginya di malam selarut ini kecuali Dumbledore.
Ia menggeleng.
“Kau masih memikirkan Lily?”
Severus tak menggeleng atau mengangguk. Sama saja. Memikirkan atau tidak, ia sudah tahu apa yang akan ia rasakan. Perih. Pedih. Nyeri. Rasa bersalah yang menyayat.
Walau Lily sudah meninggal. Walau tak ada yang tahu apa yang terjadi di Riddle’s House malam itu. Tapi justru itu yang semakin dalam menggerogoti, semakin dalam menyerap dalam setiap tetes darahnya.
Dumbledore rupanya tak memerlukan jawaban. Ia berdiri tepat di sisi Severus, di puncak Menara Astronomi, di jendela pengamatan langit yang lebar. Selama beberapa menit ia tak mengucapkan apapun, hanya mengamati langit sama seperti Severus. Atau tepatnya, Dumbledore memandangi langit, dan Severus menerawang tak tentu arah. Hanya mata yang tertuju pada kumpulan bintang di langit, sementara pikiran entah di mana.
Sejenak memandang langit, kemudian Dumbledore mengalihkan pandang pada Severus.
“Kau baik-baik saja, Nak?”
Severus menghela napas. Matanya masih menerawang ke langit. “Secara fisik—tak ada kekurangan.”
“Tapi—“
“Kau tahu sendiri.”
Hening lagi.
“Kau tak ingin membicarakannya dengan orang lain?”
Severus menggeleng.
“Kalau kau ingin membicarakannya, aku siap mendengar—“
“—terima kasih.”
Dumbledore menepuk bahu Severus perlahan. Lalu mengusap punggungnya. “Kau perlu seseorang. Aku tak tahu siapa, tapi kau perlu seseorang untuk menumpahkan—“
“Aku tahu.”
Terdiam lagi. Tangan Dumbledore masih melekat di punggung Severus. Perlahan tangan itu menarik Severus lebih dekat, membuat Severus memutar sembilan puluh derajat hingga posisinya menghadap pada Dumbledore.
Matanya tak percaya menatap mata Dumbledore.
“Kau perlu seseorang—“ Dumbledore mengulang lagi perkataannya sebelum bibirnya menyentuh bibir Severus.
Severus tak dapat bergerak.
Pertama, ini kejutan baginya. Ia belum pernah mengalami yang seperti ini. Ia tak tahu harus merespon bagaimana. Kedua, ia tak tahu bahwa orang yang ia hormati selama ini—bisa berlaku seperti ini. Ketiga, kalaupun ia punya jawaban atas semuanya, bisakah ia menghindar?
Karena Dumbledore dengan lembut mengarahkan tubuhnya agar lebih merapat. Bibirnya lebih penuh menguasai bibir Severus. Lidahnya mulai menari-nari.
Pahit Severus mengikuti apa yang diperintahkan seluruh anggota badan Dumbledore.
Dumbledore terus merapat. Janggutnya lembut menggesek bagian tubuh Severus yang merapat. Tangan Dumbledore yang berada di punggung lembut mengusap dengan gerakan-gerakan melingkar, seakan menghipnotis agar tetap diam, agar bergerak hanya seperti apa yang diminta.
Severus tak tahu apa yang harus dilakukan. Pikirannya menyuruhnya agar berontak, agar keluar dari kungkungan ini, tapi rasa canggung membuatnya terdiam, merasakan apa yang ia dapatkan. Rasa aneh yang ia rasakan, rasa tak pada tempatnya, bukan seperti ini yang ia inginkan.
Ia ingin dirangkul, ia ingin dipeluk, tapi bukan seperti ini. Ini—tidak benar. Rasanya tidak benar.
Dan tiba-tiba ada sesuatu yang mengingatkan. Hal seperti ini juga yang ia lakukan pada Lily. Lily tentu ingin dipeluk, ingin ditenangkan, tapi yang ia dapatkan adalah—ia tak kuasa untuk mengingat lebih lanjut. Benaknya meneruskan apa yang ia ingat, tapi hatinya menjerit. Bukan seperti ini yang ia inginkan. Bukan dengan pemaksaan.
*) Kalau kejadian Godric’s Hollow adalah 31 Oktober 1981, maka itu berarti sudah masuk tahun ajaran baru. Kemungkinan Snape mulai mengajar di tahun ajaran 1982-1983. Jawabannya pada Umbridge bahwa ia sudah 14 tahun mengajar, diberikan pada tahun 1995, kemungkinan cocok dengan kapan ia mulai mengajar. Tapi, selama itu ia melakukan apa? Maka Ambu membuatnya menjadi magang Profesor Slughorn.
*****
MS Wordcount: 2729
Total Nano Wordcount: 10835
Hyah. Masih banyak!
*****
Gelap. Dingin. Membekukan. Tapi ia harus terus maju. Dan suara-suara itu terus mengganggu. Seperti dekat, tetapi jauh. Seperti jauh, tetapi ada di telinga. Terngiang-ngiang. Bagaimanapun ia mencoba untuk lepas, tak biasa. Seperti menempel, menggelayuti. Seperti tak ingin melepasnya pergi, ke mana pun ia melangkah, rasa gelap itu, rasa dingin itu, rasa dibebani suara-suara itu, terus setia menghantui.
Dan ia tak bisa menghindar. Sekali ia berusaha berlari, tapi semua rasa itu ternyata lebih cepat. Berlari bersamanya, merendengi, seolah menyeringai, mencemooh. Kemudian semua rasa itu akan mengepungnya, menangkapnya, dan menenggelamkannya ke dalam kegelapan yang lebih pekat, yang kental, yang—
Terbangun dengan terengah-engah, Severus merasa seperti tercerabut dari kegelapan. Kamar yang remang-remang seolah sangat terang jika dibandingkan dengan mimpinya tadi.
Ia mengeluh.
Sudah berapa malam ia terus dibayangi mimpi seperti tadi. Sudah berapa malam, sampai ia tidak berani tidur tapi kemudian tertidur karena lelah. Baru saja, ia terbangun, dan sadar ia ketiduran di kursi, buku yang sedang ia baca terlepas dan terjatuh terbalik di lantai.
Dipungutnya buku itu. Disimpannya baik-baik di rak. Ia berjalan ke kamar mandi dan membasuh wajahnya.
Ia bisa saja tidur dengan minum Ramuan Tidur Tanpa Mimpi. Tapi selain ia nanti akan ketagihan, juga ia merasa tak selayaknya minum hal-hal semacam itu.
Ia harus menghadapi kesemuanya. Ini hukuman.
Sudah berapa hari ini ia terus mencari kabar tentang Lily. Agak sulit, karena ia harus juga berkelit dari para Pelahap Maut lainnya. Akhirnya dapat juga, hari ini, 4 November, mereka jadi melangsungkan pernikahan.
Seperti ada desakan dalam diri, ia harus menghadirinya. Ia harus tahu apa yang terjadi pada dirinya.
Dan ia tidak dapat menghadirinya seperti apa adanya.
Ia berjalan ke arah laboratoriumnya. Membuka kunci sebuah lemari kaca, mengeluarkan sebuah botol.
Polyjus.
Nanti siang, jam 11, mereka akan menikah di Godric’s Hollow. Ia harus bisa menyelinap ke sana. Ia hanya ingin tahu. Ia hanya ingin melihat. Ia hanya ingin memastikan bahwa Lily baik-baik saja.
Ia hanya ingin memastikan bahwa Lily tak terluka, batinnya.
-o0o-
Seorang nenek tertatih-tatih masuk ke dalam keramaian itu. Acara segera akan dimulai. Melihat keadaan si nenek, banyak yang segera memberi jalan. Memberi tempat yang nyaman. Si nenek hanya tersenyum, menepuk-nepuk tangan si pemberi tempat, berterima kasih. Dari tempatnya, nampak jelas posisi mempelai wanita.
Upacara akan segera dimulai. Hadirin sudah duduk dengan rapi. Mempelai wanita berjalan pelan dengan diantar Albus Dumbledore, yang dianggap wakil dari ayah si mempelai. Kemudian ia mempertemukan tangan Lily pada James. Keduanya menghadap petugas pernikahan, dan ia memulai upacaranya—
“Apakah kau James William bersedia mengambil—“
Tatapan si nenek tak lepas dari wajah mempelai wanita. Wajah yang berseri-seri, menjawab ‘Saya Bersedia’ dengan mantap, berciuman dengan mempelai pria, melempar buket bunga—
Hanya saja, ketika para hadirin mulai bergerak untuk memberi selamat pada kedua mempelai, nenek itu malah bergerak menjauh. Seperti akan pergi. Walau ia berhenti sejenak saat terdengar percakapan di dekatnya, beberapa gadis seusia mempelai wanita. Mungkin rekan sekolahnya dulu—
“—kau tahu ia diculik Pelahap Maut beberapa hari yang lalu?”
“Aku tahu. Katanya ia sedang di dunia Muggle, baru pulang dari rumah orang tuanya—“
“Lalu, bagaimana ia bisa pulang? Kau tahu, betapa kejamnya para Pelahap Maut itu?”
“Si Snape yang mengantarnya pulang. Kau tahu, aku selalu curiga kalau si Snape ini ada hati padanya—“
“Ya, mereka sahabat akrab di kelas-kelas rendah, tapi ketika mereka sudah di kelas tinggi, nampaknya si Snape ini sudah terseret pergaulan, selalu bersama-sama dengan penjahat-penjahat itu—“
“Dia tidak diapa-apakan? Maksudku, Lily—“
“Tidak. Ia kembali tak kurang suatu apa. Kukira si Snape ini masih ingat akan persahabatan mereka waktu dulu—“
“—syukurlah—“
Nenek tadi seperti sadar akan sesuatu, bergerak kembali, dan pergi.
Di balik semak-semak, nenek tadi mulai berubah, menjadi laki-laki, lebih tinggi dan kurus—
-o0o-
Dari hari ke hari, Severus terus memantau kabar tentang Lily. Diam-diam. Karena bagaimanapun jika diketahui rekan-rekannya—dan terutama jika diketahui Pangeran Kegelapan—
Ia sudah melihat sendiri bagaimana airmuka Lily saat pernikahan. Bahagia, dan tak kurang suatu apa. Oke, jadi tak ada yang tahu apa yang terjadi. Dari apa yang ia dengar dari teman-temannya, mereka mengira Snape membawa Lily pulang, melepaskannya dari penculikan, karena Snape masih teringat akan persahabatan mereka dulu.
Severus tertawa getir.
Jadi, itu yang mereka ketahui, pikirnya. Jadi, tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biarlah itu jadi rahasianya sendiri.
Rahasia yang gelap.
Dan konsekuensinya, mimpi-mimpi buruknya di tiap malam terus berulang. Bahkan lebih sering, bahkan lebih mengerikan. Ia mencoba menerimanya sebagai hukuman. Mencoba tidak menggunakan Ramuan Tidur Tanpa Mimpi.
Sembilan bulan lebih—nyaris sepuluh—kemudian ia menerima kabar bahwa Lily melahirkan. Laki-laki. Ia tak tahu seperti apa rupanya, dan mencoba menyelidiki sepintas dari orang-orang sekitar.
Dari obrolan yang ia tangkap, mereka bilang, Harry persis seperti James.
Jadi pusat perhatian Severus tetap hanya pada Lily. Lily seorang. Di samping pekerjaan tetapnya sebagai peramu untuk Pangeran Kegelapan.
-o0o-
“Jadi, itu yang kau dengar?”
“Benar, Yang Mulia. Peramal itu trance dan mengucapkan kata-kata tadi—“
“Kau yakin akan kemampuan peramal itu?”
Severus mengangguk, “Ya, Yang Mulia—“
Pangeran Kegelapan terkekeh. “Kau cari, anak mana yang lahir di akhir bulan Juli. Dan yang orang tuanya sudah tiga kali berhadapan denganku. Akan kita musnahkan terlebih dahulu, sebelum ia sempat belajar memegang tongkat—“
“Baik, Yang Mulia!”
Melakukan pencarian berdasarkan Catatan Sipil Penyihir, akhirnya disempitkan pada beberapa nama. Jika dimasukkan dalam kategori born as the seventh month dies maka akan ada beberapa nama. Tapi jika disempitkan lagi dalam kategori born to those who have thrice defied him, maka hanya akan tinggal dua nama. Harry Potter, dan Neville Longbottom.
Horor menyaput seluruh wajah Severus.
Karena ia tahu betul, Pangeran Kegelapan tidak akan berhenti dengan membunuh si anak, tetapi tentu saja berikut orang tuanya. Kecuali kalau si anak berkeliaran sendirian. Dan kecil kemungkinan anak berusia setahun berkeliaran sendirian.
Dengan membawa dua nama ini ia menghadap Pangeran Kegelapan.
“Yang Mulia—“ sahutnya terputus, ragu apakah akan mengajukannya atau tidak.
“Ada apa, Severus?”
“Jika boleh—hamba—hamba ingin mengajukan permintaan—“
“Dan apakah itu?”
“Jika—jikalau Yang Mulia berkenan, jikalau Yang Mulia memilih keluarga Potter—“ Severus mencoba tidak terlalu cepat bicara, “—mohon ampuni ibunya—“
Pangeran Kegelapan terkekeh.
“Memangnya dia siapamu?”
Severus tak menjawab. Ia sudah membuka mulut, tapi tak jadi.
“Kita lihat saja nanti. Lagipula, perempuan banyak di dunia ini, mau Muggle mau Pureblood, kenapa kau malah memilih dia? Belum lagi dia itu sudah jadi istri orang—“
Severus masih tak menjawab.
“Aha! Untuk apa aku berkhotbah begini, pokoknya kalau nanti sampai terbunuh, cari saja perempuan lain, ya?” Pangeran Kegelapan menjentikkan jarinya, seakan mengatakan: ‘itu hal kecil, untuk apa dipikirkan’.
“Ba-baik Yang Mulia.”
Pangeran Kegelapan terkekeh lagi. “Oke, selesai, kau boleh pulang.”
Severus membungkuk dalam-dalam, kemudian mundur dan keluar. DisApparate dari Riddle’s House dan Apparate di Spinner’s House. Tapi pikirannya terus berjalan, sambil ia berjalan pulang, di jalan yang sudah ia hapal walau sambil menutup mata sekalipun.
“Dumbledore,” bisiknya perlahan, “—yang paling ditakuti oleh Pangeran Kegelapan adalah Dumbledore. Jika saja ia bisa melindungi Lily—“
Ia ber-Apparate sekali lagi.
-o0o-
“Nah, Severus? Ada pesan apa dari Lord Voldemort untukku?”
“Tidak ada—tidak ada pesan—aku datang atas kemauan sendiri!”
Severus meremas-remas tangannya. Dia kelihatan agak sinting, dengan rambut hitamnya yang terjurai terbang berkibaran di sekelilingnya.
”Aku—aku datang membawa peringatan—bukan, permohonan—tolong—”
Dumbledore menjentik tongkat sihirnya. Meskipun dedaunan dan ranting-ranting masih beterbangan dalam udara malam di sekitar mereka, keheningan jatuh di tempat dia dan Snape berhadapan.
”Permohonan apa yang bisa diajukan Pelahap Maut kepadaku?”
”R—ramalan... prediksi... Trelawney...”
”Ah, ya,” kata Dumbledore. ”Seberapa banyak yang kausampaikan kepada Lord Voldemort?”
”Seluruhnya—seluruhnya yang kudengar!” kata Severus. ”Itulah sebabnya—karena alasan itulah—dia beranggapan itu berarti Lily Evans!”
”Ramalan itu tidak merujuk ke seorang wanita,” kata Dumbledore. ”Ramalan itu bicara tentang anak laki-laki yang dilahirkan pada akhir bulan Juli—”
”Kau tahu apa maksudku! Dia menganggap itu berarti anaknya, dia akan mengejar Lily—membunuh mereka semua—”
”Kalau dia berarti sebegitu besar bagimu,” kata Dumbledore, ”tentunya Lord Voldemort tidak akan membunuhnya? Tidak bisakah kau meminta belas kasihan untuk ibunya, sebagai ganti anaknya?”
”Aku sudah—aku sudah memintanya—”
”Kau membuatku jijik,” kata Dumbledore, belum pernah terdengar nada penghinaan yang sebesar itu dalam suaranya. Severus tampak agak mengkeret. ”Kau tidak peduli, kalau begitu, soal kematian suami dan anaknya? Biar saja mereka mati, asal kau mendapatkan apa yang kauinginkan?”
Severus tidak berkata apa-apa, hanya mendongak menatap Dumbledore.
“Sembunyikan mereka semua, kalau begitu,” dia berkata parau. ”Jaga dia—mereka—agar selamat. Kumohon.”
”Dan apa yang akan kauberikan kepadaku sebagai imbalannya, Severus?”
”Im-imbalannya?” Severus ternganga memandang Dumbledore, sesaat seperti akan protes, tapi setelah diam lama dia berkata, ”Apa saja.” [Harry Potter dan Relikui Kematian, 891-892]
-o0o-
Dan ternyata harapannya hanya tinggal harapan. Pangeran Kegelapan datang juga ke rumah Potter, dan membunuh baik James maupun Lily. Namun begitu ia mencoba membunuh Harry, kutukannya berbalik, justru ia yang hancur lebur.
Severus hanya bisa memandang jasad Lily dari kejauhan dengan hati hancur lebur. Ia tak bisa mendekat. Yang berkerumun dekat-dekat daerah rumah mereka itu kebanyakan para anggota Orde, plus beberapa Auror. Mereka sepertinya sibuk membicarakan sesuatu. Seorang setengah raksasa nampak seperti memangku seorang bayi. Mungkin bayi Lily? Karena konon justru bayinya yang selamat.
Ia tak ingin tahu. Yang ingin ia lakukan sekarang hanya memandang wajah Lily, walau dari kejauhan, sepuasnya sebelum akhirnya mereka kemudian akan mengebumikannya. Sepuasnya. Ia tak akan mendapat kesempatan lagi. Ia bahkan tidak punya fotonya. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah merekam memori sebaik-baiknya.
Apakah lebih baik ini terjadi, pikir Severus, bahwa Lily tak pernah sempat ingat lagi apa yang terjadi di Riddle’s House? Pernah terpikir sepintas bahwa Lily akan mengingatnya juga jika terjadi sesuatu dengan mantra Obliviate-nya, luntur atau apapun.
Dan ia tak akan siap untuk berhadapan muka dengan Lily jika itu terjadi.
Severus mengangkat wajah. Para Auror sudah memasukkan kedua jenazah ke dalam peti. Kemudian menutupnya. Severus menghela napas. Habislah sudah. Selesai.
Tapi kemudian seseorang menoleh ke arah ia berdiri. Dumbledore.
Merasa tak enak berdiri di atas dan seperti mengawasi mereka, Severus berbalik dan berjalan ke arah lain.
Tapi rupanya Dumbledore menyusulnya. Ia berbicara dulu cepat-cepat dengan yang lain, tetapi kemudian ia melangkah ke arah Severus berdiri.
“Severus.”
Severus berbalik. Tak berbicara. Ia merasa kalah. Ia merasa kosong. Ia tak mampu berbicara.
“Kita ke kantorku,” sahutnya pendek. Tak berbicara lagi. Tapi ia menjajari langkah-langkah Severus, bersama Apparate ke titik Apparation terdekat di Hogwarts, dan bersama-sama menaiki tangga ke kantornya.
“Duduklah,” Dumbledore menawarkan. Ia sendiri berdiri di depan Severus, nampak muram. Ia membiarkan Severus mengeluarkan isi hatinya, tapi Severus bahkan sudah tak bisa menangis lagi. Suaranya mengerikan, seperti binatang yang terluka.
“Kupikir ... kau akan ... menjaganya ... agar selamat ...”
“Dia dan James menaruh kepercayaan mereka pada orang yang salah,” kata Dumbledore. “Agak seperti kau, Severus. Bukankah kau berharap Lord Voldemort tidak akan membunuhnya?”
Napas Severus pendek-pendek.
“Anaknya selamat,” kata Dumbledore.
Dengan sedikit kedikan kepala, Severus seolah mengusir lalat yang menyebalkan.
“Anaknya hidup. Dia memiliki mata ibunya, persis mata ibunya. Kau ingat bentuk dan warna mata Lily Evans, aku yakin?”
“JANGAN!” teriak Severus. “Pergi ... Mati ...”
“Apakah ini penyesalan yang dalam, Severus?”
“Kenapa bukan ... aku saja yang mati ...”
“Dan apa gunanya itu bagi siapa saja?” kata Dumbledore dingin. “Kalau kau mencintai Lily Evans, kalau kau betul-betul mencintainya, maka jalanmu ke depan jelas.”
Severus seolah mengintip melewati kekaburan rasa sakit, dan kata-kata Dumbledore tampaknya perlu waktu lama untuk dapat mencapainya.
“Apa—apa maksudmu?”
“Kau tahu bagaimana dan kenapa dia mati. Pastikan kematiannya tidak sia-sia. Bantu aku melindungi anak Lily.”
“Dia tidak perlu perlindungan. Pangeran Kegelapan sudah pergi—“
“—Pangeran Kegelapan akan kembali, dan Harry Potter akan dalam bahaya besar kalau dia kembali.”
Sunyi lama, dan perlahan Severus berhasil menguasai diri, mengatur napasnya. Akhirnya dia berkata, “Baiklah. Baiklah. Tapi jangan pernah—jangan pernah bilang siapapun, Dumbledore! Ini hanya antara kita berdua. Bersumpahlah. Aku tak tahan ... apalagi anak Potter ... aku menginginkan janjimu!”
“Janjiku, Severus, bahwa aku tak akan pernah membuka sisi terbaikmu?” Dumbledore menghela napas, menunduk memandang wajah Severus yang ganas, amat menderita. “Kalau kau bersikeras ...” [Harry Potter dan Relikui Kematian, 893-894]
-o0o-
Dumbledore menawarkan posisi guru padanya. Ia tak kuasa menolak. Selain ia sudah berjanji untuk membantu Dumbledore dalam melindungi anak Lily, ia sendiri ternyata menemukan perlindungan di sana. Di Hogwarts.
Selama ini ia selalu merasa Hogwarts menjadi tempat yang nyaman. Rumahnya sendiri di Spinner’s End, baru terasa nyaman setelah kedua orangtuanya tak ada. Tapi Hogwarts, ada siapa atau tak ada siapa pun tak banyak berbeda. Selalu terasa nyaman baginya. Ia selalu menemukan tempat yang melindungi. Walau ada orang-orang arogan dari Gryffindor itu, tetapi selain itu, ia merasa tempat ini nyaman.
Sekarang, di saat ia merasa sendiri di Spinner’s End, saat ia tak tahu harus berbuat apa, Hogwarts menawarkan kenyamanan lagi untuknya. Apalagi kemudian ia memilih ruang bawah tanah sebagai basisnya. Jauh dari gangguan siapa-siapa. Jauh dari gangguan apapun. Bahkan Dumbledore.
Ia merasa nyaman di sini.
Memang ia tidak langsung mengajar. Ia baru masuk bulan November, sedangkan sekoah sudah berjalan. Maka yang ia lakukan baru sebatas magang. Profesor Slughorn memang sudah berniat pensiun setelah Hogwarts menemukan penggantinya.
Tadinya ia tak berniat mengisi posisi Ramuan. Ia mengajukan diri untuk mengisi posisi Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Tapi entah kenapa Dumbledore tak mengijinkan.
Jadilah ia mengisi posisi Ramuan.
-o0o-
“Kau belum tidur, Severus?”
Severus hanya menoleh sedikit untuk memastikan siapa yang datang. Dari suaranya, ia sudah tahu. Dari kedatangannya saja ia sudah tahu. Tidak ada yang berani mendatanginya di malam selarut ini kecuali Dumbledore.
Ia menggeleng.
“Kau masih memikirkan Lily?”
Severus tak menggeleng atau mengangguk. Sama saja. Memikirkan atau tidak, ia sudah tahu apa yang akan ia rasakan. Perih. Pedih. Nyeri. Rasa bersalah yang menyayat.
Walau Lily sudah meninggal. Walau tak ada yang tahu apa yang terjadi di Riddle’s House malam itu. Tapi justru itu yang semakin dalam menggerogoti, semakin dalam menyerap dalam setiap tetes darahnya.
Dumbledore rupanya tak memerlukan jawaban. Ia berdiri tepat di sisi Severus, di puncak Menara Astronomi, di jendela pengamatan langit yang lebar. Selama beberapa menit ia tak mengucapkan apapun, hanya mengamati langit sama seperti Severus. Atau tepatnya, Dumbledore memandangi langit, dan Severus menerawang tak tentu arah. Hanya mata yang tertuju pada kumpulan bintang di langit, sementara pikiran entah di mana.
Sejenak memandang langit, kemudian Dumbledore mengalihkan pandang pada Severus.
“Kau baik-baik saja, Nak?”
Severus menghela napas. Matanya masih menerawang ke langit. “Secara fisik—tak ada kekurangan.”
“Tapi—“
“Kau tahu sendiri.”
Hening lagi.
“Kau tak ingin membicarakannya dengan orang lain?”
Severus menggeleng.
“Kalau kau ingin membicarakannya, aku siap mendengar—“
“—terima kasih.”
Dumbledore menepuk bahu Severus perlahan. Lalu mengusap punggungnya. “Kau perlu seseorang. Aku tak tahu siapa, tapi kau perlu seseorang untuk menumpahkan—“
“Aku tahu.”
Terdiam lagi. Tangan Dumbledore masih melekat di punggung Severus. Perlahan tangan itu menarik Severus lebih dekat, membuat Severus memutar sembilan puluh derajat hingga posisinya menghadap pada Dumbledore.
Matanya tak percaya menatap mata Dumbledore.
“Kau perlu seseorang—“ Dumbledore mengulang lagi perkataannya sebelum bibirnya menyentuh bibir Severus.
Severus tak dapat bergerak.
Pertama, ini kejutan baginya. Ia belum pernah mengalami yang seperti ini. Ia tak tahu harus merespon bagaimana. Kedua, ia tak tahu bahwa orang yang ia hormati selama ini—bisa berlaku seperti ini. Ketiga, kalaupun ia punya jawaban atas semuanya, bisakah ia menghindar?
Karena Dumbledore dengan lembut mengarahkan tubuhnya agar lebih merapat. Bibirnya lebih penuh menguasai bibir Severus. Lidahnya mulai menari-nari.
Pahit Severus mengikuti apa yang diperintahkan seluruh anggota badan Dumbledore.
Dumbledore terus merapat. Janggutnya lembut menggesek bagian tubuh Severus yang merapat. Tangan Dumbledore yang berada di punggung lembut mengusap dengan gerakan-gerakan melingkar, seakan menghipnotis agar tetap diam, agar bergerak hanya seperti apa yang diminta.
Severus tak tahu apa yang harus dilakukan. Pikirannya menyuruhnya agar berontak, agar keluar dari kungkungan ini, tapi rasa canggung membuatnya terdiam, merasakan apa yang ia dapatkan. Rasa aneh yang ia rasakan, rasa tak pada tempatnya, bukan seperti ini yang ia inginkan.
Ia ingin dirangkul, ia ingin dipeluk, tapi bukan seperti ini. Ini—tidak benar. Rasanya tidak benar.
Dan tiba-tiba ada sesuatu yang mengingatkan. Hal seperti ini juga yang ia lakukan pada Lily. Lily tentu ingin dipeluk, ingin ditenangkan, tapi yang ia dapatkan adalah—ia tak kuasa untuk mengingat lebih lanjut. Benaknya meneruskan apa yang ia ingat, tapi hatinya menjerit. Bukan seperti ini yang ia inginkan. Bukan dengan pemaksaan.
*) Kalau kejadian Godric’s Hollow adalah 31 Oktober 1981, maka itu berarti sudah masuk tahun ajaran baru. Kemungkinan Snape mulai mengajar di tahun ajaran 1982-1983. Jawabannya pada Umbridge bahwa ia sudah 14 tahun mengajar, diberikan pada tahun 1995, kemungkinan cocok dengan kapan ia mulai mengajar. Tapi, selama itu ia melakukan apa? Maka Ambu membuatnya menjadi magang Profesor Slughorn.
*****
MS Wordcount: 2729
Total Nano Wordcount: 10835
Hyah. Masih banyak!
0 Comments:
Post a Comment
<< Home