My Photo
Name:
Location: Bandung, Indonesia

Friday, November 13, 2009

Hari ke-13

Oke, karena kemarin-kemarin majunya lambat banget, Ambu coba lompat ke Layar 2: Fandom Harry Potter. Perhatikan, ratingnya M, bukan tanpa alasan!

*****


LAYAR 2

PULANG

Harry Potter kepunyaan JK Rowling


Chara: Severus Snape, Lily Evans, Harry Potter
Genre: full-angst
Rating: M
Warning: Severitus, language, violence, rape

-o0o-

Sudah beberapa lama Severus tidak menginjakkan kaki di Three Broomstick sejak ia lulus. Tapi kali ini, ia terpaksa. Yaxley memintanya bertemu untuk satu keperluan.

Salah satu yang tidak ia suka adalah keramaiannya. Three Broomstick selalu ramai. Apalagi jika sedang akhir minggu di mana ada jadwal kunjungan anak-anak Hogwarts. Maka selain orang dewasa pengunjung Three Broomstick yang biasa, akan ada banyak pengunjung ABG siswa-siswa Hogwarts.

Dan kau tahu bagaimana keributan yang ditimbulkan oleh mereka. Karena ia sendiri juga baru saja beberapa bulan yang lalu meninggalkan Hogwarts. Baru saja meninggalkan keramaian yang memusingkan ini.

Tapi Yaxley justru memilih Three Broomstick. Dengan alasan, di tempat yang ramai, justru akan aman untuk berbisik-bisik. Tak akan ada yang curiga, tak akan ada yang mencuri dengar.

Terkadang si moron itu benar juga.

Tetapi, tetap saja ia benci keramaian. Maka setelah memesan sebotol butterbeer, Severus melayangkan matanya berkeliling, mencari tempat yang sepi. Ada sebuah meja dengan dua kursi, di sudut, terhalang oleh tiang.

Sempurna.

Duduklah ia di sana. Perlahan menyesap butterbeer sambil menanti. Tak usah terburu-buru. Yaxley biasanya juga suka terlambat. Matanya berkelana ke seluruh Three Broomstick. Ada tiga ABG cewek, sedang terkikik sambil memperhatikan entah apa, surat mungkin. Ada dua orang dewasa, laki-laki, sedang serius berbicara, sambil yang satu mengoret-oret perkamen. Menghitung sesuatu, rupanya. Ada seorang ibu, masuk sambil kerepotan mengawal empat anak kecil yang terus ingin berlari-larian, plus satu anak di pangkuannya.

Dari dulu, kebiasaannya. Teliti memperhatikan detil keadaan sekeliling.

Ia menyesap butterbeernya lagi.

Berusaha untuk tak mencolok, ia terus memperhatikan keadaan sekelilingnya.

Dan kalaulah ia seekor kucing, tentu telinganya akan meruncing, tegak.

Dua gadis duduk di seberangnya, sedikit terhalang oleh tiang itu. Tapi suara mereka jelas terdengar.

“—jadi, kau mau pakai baju apa?”

“Lily tentu akan cantik pakai gaun putih. Kalau kita pakai gaun putih juga, bagaimana?”

“Hahaha! Kau mau menyaingi pengantin?”

“Ya jelas, enggak. Lagipula, jangan yang ribet, yang simpel aja. Jadi kesan bahwa kita teman mempelai wanita, lebih terasa.”

“Bener juga sih. Tapi aku nggak punya uang untuk beli mendadak,” gadis yang satu menyeruput minumannya, “Rasanya aku ada baju putih. Nggak putih banget sih, broken white. Punya ibuku, warisan dari nenek—“

“Yah, bagus itu! Keren tau, pakai baju vintage! Aku juga mau cari baju vintage aja!”

Keduanya terkikik.

Severus berusaha tak menghiraukannya. Ada banyak nama Lily di seluruh Inggris Raya, tentunya. Tapi percakapan mereka terdengar terus.

“Oya, Lily jadi memakai Mary sebagai best lady?”

Lily dan Mary?

“Tentu saja. Mereka bersahabat dari kelas satu sampai tujuh, pastilah Lily akan memilih Mary.”

“—seperti James pasti akan memilih Sirius sebagai best man—“

Keduanya terkikik lagi.

Lily, Mary, James, dan Sirius? Tak salah lagi!

“Jadi, 4 November ya? Masih berapa hari lagi? Kita harus mengepas baju dulu—“

“Aku mau potong rambut dulu—“

“Kau pikir Jason akan datang?”

“Hm, rasanya tidak. Mungkin James tidak akan mengundangnya, mereka tidak begitu akrab—“

“Ya sudah. Mungkin ada keluarga James yang cukup cute untuk di—“

Keduanya terkikik lagi.

Severus tercenung.

Memang ada rumor bahwa Lily Evans dan Potter-arogan-dari-Gryffindor itu akan segera mengakhiri masa pacaran mereka, tapi secepat ini?

Severus mencengkeram botol butterbeernya erat-erat, nyaris saja rasa masygulnya memecahkan botol itu.

Tapi muncul sedikit kesadaran.

Tidak. Untuk apa kau memikirkannya lagi, Severus! Ia bahkan sudah tak melihat sebelah mata pun lagi padamu. Untuk apa ia dipikirkan?

Masa depanmu bersama Pangeran Kegelapan! Ia bahkan hanya percaya padamu untuk semua hal yang berurusan dengan Ramuan. Padahal kau baru saja lulus Hogwarts, dan kau sudah langsung dimasukkan ke dalam Lingkaran Terdalam, Inner Circle, oleh Pangeran Kegelapan, membuat iri bahkan seorang Malfoy!




Severus menyesap habis butterbeernya. Dan bersyukur Yaxley muncul detik itu juga, dan mengalihkannya dari obrolan dua gadis di seberangnya.

Sebenarnya Yaxley membosankan juga. Yang ia bicarakan hanya bagaimana teknik penyiksaan Muggle, bagaimana serta di mana mereka bisa menemukan Muggle dalam jumlah yang cukup, dan blablabla—

“Katamu, di daerah itu ada jenis-jenis tumbuhan magis langka untuk Ramuanku?” Severus mencoba mengalihkan percakapan.

“Oh, yeah,” Yaxley menghentikan bualannya, dan merogoh-rogoh saku jubahnya, “—kalau tidak salah, ini termasuk langka?” Ia mengeluarkan beberapa helai daun. Sudah lusuh, sudah terlipat-lipat di dalam saku jubahnya.

Severus mengambil daun-daun itu, dan meneliti kesemuanya.

“Yang ini sih, di Hogsmeade juga ada,” Severus memilah-milah daun lusuh itu, “—yang ini, kalau kita jeli, kita bisa menemukannya di Knockturn Alley,” tapi tangannya berhenti di salah satu daun yang paling kecil, “—yang ini—“

Matanya membesar, “—jadi, kau dapat di mana Yaxley?”

“Di daerah operasiku kemarin. Kalau kau mau, akan kuantar kau ke sana—“

“—tidak perlu. Sebutkan saja koordinatnya—“

Yaxley menelan ludah. Terpaksa menyebutkan wilayahnya.

“OK, thanks!”

“—tapi kau mau kan, menyebutkan namaku sebagai orang yang memberitahu lokasinya, pada Pangeran Kegelapan?”

Begitulah. Sebagai orang dalam Lingkaran Terdalam, bahkan hanya menyebutkan nama sebagai orang yang punya jasa juga, dinanti-nanti orang. Severus mengeluh.

“Tentu. Jika Pangeran Kegelapan menanyakannya.”

Seulas senyum lega muncul di bibir Yaxley.

“OK. Kau mau minum apa, Severus? Aku yang trak—“

“Aku sudah minum tadi. Sekarang aku akan mencari bahan Ramuan.” Severus berdiri. “Thanks, Yaxley!”

You’re welcome,” sahut Yaxley lesu.

Sebenarnya, terimakasih karena kau telah memberiku alasan untuk menghindari percakapan kedua gadis di seberangku, pikir Severus sambil melangkah keluar dari Three Broomstick. Tanpa sadar, diulang-ulangnya percakapan kedua gadis tadi. Jadi, 4 November ya? Jadi, 4 November ya? 4 November!

Masih beberapa hari lagi, Severus!

Memangnya, dalam beberapa hari itu, apa yang akan kaulakukan? Apa yang bisa membuat Lily berpaling padamu, dan bukan pada idiot-Potter itu, dalam beberapa hari ini?

Severus ber-DisApparate dari Hogsmeade, dan Apparate di pinggiran sungai daerah Spinner’s End.

Padahal hanya beberapa menit jaraknya dengan kompleks perumahan keluarga Evans, tapi seolah-olah ada tembok tebal yang menghalangi, yang membuat mereka tidak dapat bertemu lagi.

Severus mengeluh.

Ia masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang sepi, karena sejak kedua orangtuanya meninggal, rumah itu hanya ditinggali olehnya.

Menutup pintu dan menguncinya. Melepas jubahnya dan menggantungnya di gantungan dekat pintu. Terduduk di kursi. Berusaha menenangkan hatinya, meraih sebuah buku, dan membukanya.

Jadi, 4 November ya?

Damn it!

Severus melempar buku di tangannya sekuat tenaga, menimpa rak lampu, dan terguling.

-o0o-


Severus berusaha sekuat tenaga untuk melupakan percakapan gadis-gadis di The Broomstick itu. Hari berganti hari, diisinya dengan membuat ramuan. Apakah pesanan Pangeran Kegelapan. Ataukah ramuan yang hanya ia yang tahu untuk apa fungsinya. Dan memusatkan perhatian pada buku-buku Dark. Dan membuat riset untuk mantra baru.

Tidur adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya. Karena dengan tidur, ia kehilangan hal yang bisa dijadikan pengalih perhatian, yang akan mengalihkan fokusnya. Pada saat-saat menjelang tidur, percakapan gadis-gadis itu akan kembali terngiang-ngiang.

Karenanya dalam beberapa hari terakhir ini, wajah pucatnya semakin pucat. Lingkaran di bawah mata terlihat semakin jelas. Tapi ia tetap mencoba bertahan. Ia harus melupakannya. Ia harus melupakannya. Ia, seorang Slytherin, seorang Pelahap Maut, tak akan luluh hanya oleh seorang wanita.

Tak. Akan. Pernah.

Di saat ia sedang melakukan pengadukan terakhir untuk ramuan malam ini, ia merasa Tanda Kegelapan di tangan kirinya panas terbakar.

Panggilan.

Ia mengaduk sekali lagi ramuannya, mematikan apinya, menutup kualinya. Mengenakan topengnya, mengenakan jubahnya, dan ber-Apparate.

Di Riddle’s House, sudah banyak Pelahap Maut berkumpul. Severus langsung masuk ke ruangan terbesar. Di salah satu sisinya, ada kursi mewah, bagaikan singgasana. Pangeran Kegelapan duduk di sana, mengawasi anak buahnya.

Dark Revel. Pesta para Pelahap Maut.

Severus benci pada pesta semacam ini. Ia lebih suka menyendiri di ruang bawah tanahnya, meramu, atau membaca.

Tapi apa boleh buat. Pangeran Kegelapan sendiri yang mengundangnya. Mungkin ia akan minum sedikit, bercakap-cakap dengan Pangeran Kegelapan sedikit, dan minta diri.

Severus maju, berhenti tepat di depan Pangeran Kegelapan, dan berlutut. Mencium ujung jubahnya.

“Berdirilah,” desis Pangeran Kegelapan, sambil memberi isyarat agar Severus berdiri di sebelah kanannya.

Severus berdiri, berjalan ke kanan Pangeran Kegelapan. Seorang Pelahap Maut dari level rendah menghampiri membawa baki dengan berjenis-jenis minuman. Praktisnya sih, seorang penyihir bisa mengambil minuman sendiri dengan ‘Accio’, tapi kalau kau bersama Pangeran Kegelapan dan kau dibawakan minuman, itu adalah penghargaan besar untukmu.

Severus memilih yang jenis alkoholnya paling rendah, seperti kebiasaannya. Pangeran Kegelapan pun tahu ini, dan tidak pernah protes. Dengan dalih ia memerlukan konsentrasi tinggi untuk meramu, ia tentu saja tidak boleh sampai mabuk.

Pangeran Kegelapan menepukkan tangannya sekali untuk meminta perhatian. Dengan sendirinya, semua terdiam. Fokus tertuju pada Pangeran Kegelapan, dan Severus di sisinya.

“Kawan-kawanku,” desisnya dingin, “—dengan gembira aku ucapkan selamat pada keberhasilan kita mengadakan serangan kemarin. Bukan hanya serangan fisik yang kita lancarkan, tetapi dengan kepiawaian kawan kita, Severus Snape,” ia menoleh pada Severus. Dan otomatis perhatian teralih padanya. “—kita bisa membuat seluruh penduduk desa tunduk pada kita. Ramuan Imperius yang dimasukkan ke dalam sumber air minum mereka, telah membuat mereka menjadi abdi kita—“

Tepuk tangan membahana.

“Kita bersulang!” sahutnya. Seorang Pelahap Maut membawakan gelas padanya. Ia mengacungkan gelasnya tinggi-tinggi.

“To Severus Snape!”

“To Severus Snape!” ulang para Pelahap Maut keras-keras.

Severus mengangkat gelasnya juga, mengangguk memberi tanda berterima kasih, dan meneguk minumannya sekali jadi.

“Sekarang, silakan menikmati!” Pangeran Kegelapan berjalan meninggalkan mereka, diikuti ularnya mendesis-desis.

Riuh rendah kembali menyelimuti Riddle’s House.

Severus hampir meletakkan gelasnya dan pergi juga, ketika ia teringat, di Spinner’s End pun ia sedang tak ada kerjaan. Ramuan yang tadi, sudah ia selesaikan.

Jadi, ia memberi isyarat pada Pelahap Maut yang tadi untuk menambah isi gelasnya. Dan bahkan, ia mengganti isinya.

Kadar alkohol yang lebih tinggi.

Beberapa kali ia pernah mencicipi, tapi tak pernah banyak. Selain itu, paling ia hanya minum Mead. Jarang ia mencoba Firewhiskey atau Vodka. Apalagi Muggle Bourbon.

Tapi kali ini mungkin bolehlah sesekali minum Firewhiskey.

Tak repot-repot memanggil Pelahap Maut untuk membawakannya, ia menjentikkan tongkatnya, dan segelas Firewhiskey tiba di tangannya. Dihabiskan dalam sekali teguk. Ada rasa aneh menelusuri kerongkongannya. Panas. Pahit. Tapi tak dihiraukannya.

Lagipula, ternyata dengan minum ia bisa melupakan kesusahan hatinya.

Kesusahan?

Severus menyeringai. Kesusahan apa? Ia tak pernah punya kesusahan. Seorang Pelahap Maut tak akan punya kesusahan. Semuanya bisa dilampiaskan pada para Muggle.

Ia menjentikkan lagi tongkatnya, dan segelas lagi menggantikan yang tadi. Lagi. Lagi. Dan lagi.

Ia sudah setengah sadar ketika keriuhan di ruangan semakin menjadi-jadi, ketika seorang Pelahap Maut berteriak meminta perhatian. “WOOOOIII! Mereka dapat Muggle lagi! Kali ini bisa kita pakai!”

Dan beberapa Pelahap Maut memasuki ruangan, dengan tertawa terbahak-bahak, menyeret beberapa orang—beberapa wanita muda. Severus tadinya tak menghiraukan, ia belum pernah terlibat langsung dalam penyiksaan fisik, apalagi perkosaan. Yang biasa ia lakukan adalah penyiksaan melalui ramuan. Dan biasanya itu akan lebih menyakitkan.

Tapi kali ini, Severus menahan napasnya.

Dari sekian wanita muda yang dilemparkan di tengah-tengah mereka, ada Lily.

Ada Lily di antara mereka.

Muggle lain yang diseret-seret, tak dikenalnya. Baguslah, jadi berarti bukan dari lingkungan tempat tinggalnya.

Tapi ini Lily.

Selangkah ia maju, dan yang lain mundur. Levelnya yang paling tinggi di antara Pelahap Maut yang lain, membuat mereka sungkan. Ada semacam kode etik di antara mereka, biarkan Pelahap Maut yang paling tinggi levelnya memilih, sisanya baru bisa untuk Pelahap Maut yang lebih rendah levelnya.

Ia maju lagi. Tepat selangkah di depan Lily.

Awalnya Lily tak mengenali, karena ia memakai topeng.

Severus merendahkan tubuhnya, menangkap tangan Lily dengan kasar, menariknya agar berdiri.

Alkohol sudah menguasainya.

Ditariknya kasar, menuju jejeran kamar di sisi Riddle’s House. Terasa olehnya, Lily gemetar. Ia tak bersuara, entah karena takut atau marah, tapi Lily gemetar. Namun sudah tak dihiraukannya lagi.

Langsung masuk ke sebuah kamar, ditutupnya dengan Alohomora. Didorongnya Lily, terjerembab di tempat tidur.

“Ap-apa maumu—“ akhirnya Lily bisa membuka mulut.

Severus mendekatkan wajahnya pada wajah Lily. “Kau pikir, apa mauku?”

Bagai disambar halilintar, Lily tersentak. Wajahnya langsung pucat. “Se-Severus—“

Severus tertawa. “Kau tahu, kalau aku tak berhasil mendapatkan apa yang kumau dengan baik-baik—“

Lily mencoba mundur. Ada yang terendus dari mulut Severus. “Ka-kau mabuk, Sev—“

Severus kembali terkekeh. “Apa bedanya?” Wajahnya semakin mendekat. Lily mencoba menghindar, tapi tak bisa. Kedua tangannya di tekan Severus di atas kepala, seluruh badannya ditindih. Bibir Severus melumat bibirnya dengan paksa.

Lilly berusaha menggoyangkan kepalanya, tapi tak bisa. Serasa lemas tak bertenaga. Nampaknya Severus memperhatikan ini, dan ia malah tertawa.

“Kau tak akan bisa berontak, sayang!”

“Apa—apa yang kau laku—lakukan?”

“Mantra Melemaskan. Kau tak kan kuat memberontak, bahkan hanya untuk ini—“

Severus kembali melumat bibirnya dengan paksa. Lidahnya menerobos masuk, menari-nari di seluruh wilayah. Mencicipi seantero daerah.

Lily berusaha memberontak, tapi tak bisa. Tubuh Severus menindih seluruh tubuhnya. Dan ada bagian yang mengeras dengan cepat.

Perlahan Severus menarik bibirnya dari bibir Lily, tapi tidak bisa membuat Lily menarik napas lega, karena Severus mengalihkan perhatian pada lehernya. Seluruh wilayah lehernya dikecup tergesa, digigit hingga mengeluarkan darah. Severus menyeringai, menjilat darah yang menetas.

Kali ini ia menarik diri sedikit, membuat tubuhnya berjarak dengan tubuh Lily, tapi itu ternyata untuk maksud lain: ia merobek pakaian Lily.

Lily menjerit perlahan. Tertahan.

Bahkan menjerit keras-keras saja ia sudah tak bisa. Sudah tak ada daya.

Severus mencicipi tiap senti tubuhnya. Dengan teliti, semua tak terlewatkan. Napasnya semakin memburu. Sebaliknya Lily, semakin tak berdaya. Sudah tak bisa menjerit, sudah tak bisa berteriak. Bahkan, kemudian menangis pun tak bisa. Bahkan menyebut nama pun sudah tak bisa. Menangis pun hanya berupa isakan pelan, tak berair mata.

“Kau tahu,” bisik Severus tepat di telinga Lily, menjilat daun telinganya hati-hati, “—aku tak semujur Potter, bisa menikahimu. Tapi, kini aku bisa menikmatimu, justru sebelum that-arrogant-bloke—“ ia mengoyak sisa baju yang tertinggal pada tubuh Lily.

Severus hanya membuka sedikit celananya, cukup hanya untuk membuatnya bersatu dengan Lily. Teriakan tertahan Lily saat ia masuk, membuatnya terhenti sejenak, dan tertawa pelan.

“Aku baru tahu kalau kau masih perawan, Lil. Kukira Potter sudah sering menidurimu saat masih di Hogwarts,” terkekeh pelan lagi. Kekeh yang keji, karena setelahnya ia menghunjamkan kelelakiannya sekali jadi. Membuat Lily menjerit panjang menyayat hati.

Tapi tidak hati Severus.

Ia menghentak berkali-kali dengan kekuatan penuh, dengan kecepatan penuh. Seolah meluapkan seluruh nafsunya. Yang sudah dipendamnya bertahun-tahun, yang tak terucapkan, yang tak bisa terucapkan, kini lepas bebas.

Napas memburu. Kedua tangannya merengkuh tubuh Lily, mengeratkannya seolah agar tak lepas. Hanya dalam hitungan menit, tapi dalam hitungan Lily bagai berabad-abad, ketika akhirnya Severus masuk ke dalam puncaknya.

Terengah-engah.

Mandi keringat.

Dan perlahan-lahan keringat itu mengeliminasi efek samping alkohol.

Air muka Severus berubah perlahan-lahan. “Lily—“ sahutnya perlahan.

Lily nampaknya sudah jatuh pingsan.

Perlahan Severus memisahkan dirinya dari Lily. Dipakainya lagi celananya.

Tapi tidak.

Ada darah yang tercipta. Beberapa noda di paha Lily bagian dalam. Ada yang menyerap di seprai. Cairan putih meleleh juga dari paha bagian dalam. Baju Lily terserak di mana-mana, terkoyak dan kotor.

Merlin!

Apa yang sudah kulakukan?

Severus mundur.

Apa yang sudah kulakukan?

Tidak. Tidak. Apa yang sudah kau lakukan, Severus?

Severus maju lagi. Diulurkan tangannya di dekat hidung Lily, mencari jejak kehidupan. Masih ada. Ia masih hidup.

Kalau ia sampai membunuhnya, ia tak akan pernah memaafkan diri lagi.

Tapi tidak. Saat ini pun, dengan apa yang sudah ia lakukan, ia tidak bisa memaafkan diri lagi.

Direngkuhnya tubuh Lily.

Didekatkan pada dirinya. Didekatkan ke wajahnya, dan ia berbisik di telinga Lily, “—maafkan aku, Lily. Ampuni aku, Lily—“

Semakin dieratkan tubuh Lily. Bergetar karena emosi. Dan ia terisak. “—maafkan aku, Lily. Maafkan. Ampuni aku, Lily. Kumohon. Ampuni aku, Lily—“

Dalam beberapa menit ia tak bergerak, hanya getaran tubuhnya saja berikut suaranya melafalkan mantra, ‘maafkan’ dan ‘ampuni’.

Tetapi dalam menit-menit kemudian, benaknya mulai bekerja. Dilepaskan tubuh Lily, dan diambilnya tongkatnya. Diarahkan pada bagian-bagian yang terluka, dan ia komat-kamit mengucapkan mantra, “Vulnera Sanatur,” berulang kali dengan nada seperti bernyanyi. Perlahan luka-luka yang ada menghilang, kulit menjadi nampak seperti baru lagi. Ia melakukan hal yang sama dengan bagian kewanitaan Lily, dengan lebih teliti dan lebih lama.

Ia membersihkan seluruh tubuh Lily. Ia membuat baju Lily kembali seperti semula, dan dipakaikannya hati-hati. Kini tinggal bagian terakhir.

Ia tak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak.

“OBLIVIATE MAXIMA!”

Dan cahaya berpendar ke seluruh penjuru kamar, berbeda dengan hati Severus yang justru ciut.

Ia tak yakin bahwa mantra ini akan berhasil. Ia tahu, apa yang sudah ia lakukan tadi, akan membekas sangat dalam, akan menimbulkan trauma. Apakah akan bisa dihapuskan dengan Obliviate semata?

Severus memejamkan mata, menarik napas panjang berkali-kali. Tidak berani langsung menyentuh. Tidak seperti tadi.

Perlahan ia memberanikan diri menyentuh pipi Lily, nyaris tak menyentuh sebenarnya. Dan berbisik, “—aku tahu aku salah, Lily. Dan itu karena aku mencintaimu. Sangat dalam.”

Ia menghembuskan napas. Lalu berdiri. Berjalan ke arah pintu, dan didengar-dengarkan bunyi di luar. Masih ramai—seruan gembira, jeritan memelas, makian kotor—semua ada. Ia tak berani membayangkan apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau membandingkan dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Diangkatnya Lily perlahan, dipangkunya, dan diayunkan tongkatnya. Side-Along Apparation.

-o0o-

Dengan lesu Severus ber-Apparate di pinggiran sungai di Spinner’s End. Malam kelam, dingin menggigilkan, hujan rintik-rintik membuat sakit kepala.

Baru saja ia mengantarkan Lily kembali ke Godric’s Hollow. Setahunya, Lily sudah berdiam di sana untuk beberapa lama, apalagi menjelang pernikahan seperti saat ini.

Sebenarnya—mengantarkan bukanlah kata yang tepat. Karena ia berjumpa dengan James Potter dan beberapa pendukungnya, sedang mencari-cari ke mana gerangan Lily. Ada kabar kalau ia diculik Pelahap Maut, ada yang bilang ia sudah dibunuh.

Karena itulah, James girang ketika melihat Lily tak kurang suatu apapun terkecuali bahwa ia sedang dibawa oleh Severus dalam keadaan pingsan! Tapi Severus sama sekali tak berbicara separah katapun. Saat James melancarkan serangan-serangan, ia hanya menangkis dan menangkis sebisanya, lalu ber-DisApparate.

Dan ia kini di sini, di rumahnya sendiri. Sendirian. Dingin. Hingga ke hati. Pedih. Miris. Dan bukan hanya karena Lily memang sudah memilih James. Bukan hanya itu.

Tapi karena kenyataan bahwa ia sudah melakukan hal yang tak terampuni pada Lily.

Ia tak tahu mana yang lebih baik. Lily tahu keadaan sebenarnya, membencinya, membuat semua orang juga turut membencinya; atau membuat Lily tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi? Dan hanya ia sendiri saja yang tahu, yang memendam terus di hati dalam-dalam?

Severus membuka pintu rumahnya pelan-pelan, menutupnya juga sama pelan, dan menyandarkan punggungnya di pintu. Memejamkan mata.

Tak berani ia membayangkan akan seperti apa malam-malamnya akan berlalu. Tak berani ia membayangkan mimpi buruk seperti apa yang akan selalu menemani.

Ia bergerak, masuk ke kamarnya, masuk ke kamar mandi. Tanpa membuka pakaian, ia menyalakan shower. Biasanya malam-malam seperti ini ia memakai air hangat, tapi sekarang tidak. Ia tidak menyalakan penghangat, tak menjentikkan tongkat untuk menyalakannya. Ia membiarkan air dingin sebeku es mengalir membasahi kepalanya yang panas, membasahi wajahnya, membasahi seluruh tubuhnya, membasahi hatinya.

Ia tak akan bisa mencintai orang lain lagi. Dengan kenyataan bahwa, orang yang ia cintai pun sudah ia celakai. Sudah ia sakiti.

Ia tak akan bisa mencintai orang lain lagi.

*****

MS Wordcount: 3.078
Total MS Wordcount: 8.328
Total NaNo Wordcount: 8.179
Target: 21.337

Huwaaa! Masih jauh! Tapi kalau bisa seperti tadi, mungkin bagus, masih akan bisa kekejar :P

0 Comments:

Post a Comment

<< Home